Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Perempuan Pemikul Takdir

5 November 2021   21:21 Diperbarui: 7 November 2021   10:00 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cepat!!" Suara petugas keamanan kembali menghampiri kuping Mbak Muda dengan narasi membentak. 

Mendengar itu dengan dada renyuh. Jiwanya menangis.
" Rakyat kecil. Oh nasibmu," dia membatin. 

Bersamaan dengan itu, dirinya berlari menerobos hujan ke seberang jalan. Seluruh tubuhnya basah.

Mbak Muda memanggilnya nama seseorang  ke segerombolan lelaki yang sedang ngopi di sebuah warung. Seorang lelaki paruh baya menoleh, kemudian bangkit setelah menghabiskan kopinya dengan seruputan yang agak lama.

Mbak Muda kembali  ke tempat jualannya. Dengan setengah berlari, pelan membelah hujan. Lelaki yang dipanggilnya itu pun mengikutinya dari belakang sambil sembari membawa becak. Bibir tuanya masih ditancap sebatang rokok yang mengepulkan asap yang membelah hujan. Sementara kakai tuanya terus mengayuh pedal becaknya dengan tempo lemah.

Usai mengisi barang dagangannya ke dalam becak, keduanya dengan segera meninggalkan tempat jualan Mbak Muda yang terletak di pintu masuk sebuah pertokoan pusat perbelanjaan besar yang ada di Kota mereka.

Setiap hari, ketika sudah berada diatas kepala,  dia dan rekan-rekan lainnya sesama pedagang kaki lima, harus pindah dari lokasi depan pintu masuk. Padahal semua pedagang mengimpikan berada di situ seharian karena ramai dilewati orang-orang.

Setiap panas matahari sudah berada diatas kepala, mereka, para pedagang kaki lima itu diharuskan pindah berjualan di luar  sebuah Pusat pembelajaan moderen. Dirinya rela membayar jasa kepada lelaki  tua yang berprofesi sebagai peneraik becak itu setiap hari untuk bisa mengangkut dagangannya ke tempat itu. Meski penarik becak itu kerap kali usil dengan memegang pantat atau pipinya.

"Terima kasih ya Pak," Mbak muda itu mengulur selembar uang.

"Aduh, kalau hari ini harus sepuluh ribu, Mbak. Aku kan harus kehujanan," jawab lelaki itu dengan lirikan mata menggoda.

"Jaraknya kan dekat Pak," ujar Mbak muda itu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun