Cerpen : Tigabelas Halaman Fiksi Mini untuk 13 Tahun Kompasiana
Halaman 1
Cahaya rembulan mulai menipis. Setipis gaun pengantin yang dikenakan pengantin wanita pada malam pertamanya. Aku masih membaca. Puisi indah dari Ali Musri Syam membawa pikiranku sangat puitis. Aku menjadi teringat dengan cerita tentang malam pengantin.
Halaman 2
Ku buka halaman kedua. Sebuah puisi apik dan menarik dari Pak Bambang Syairudin dan Arif RS menjadi bacaanku di tengah malam buta ini. Semesta sunyi. Angin tak berdesis. Pergi entah kemana seiring mulai terkantuknya aku terbawa alunan cerita puisi yang menarik itu.Â
Halaman 3
Sebuah sapaan khas Selamat Pagi dari begawan Kompasiana Pak Tjipta mengawali pagi ku yang damai. Sementara suara religius terdengar sangat indah dari corong pengeras suara Masjid. Aku bergegas mengambil air wudhu. membasuh tangan hingga kakiku. Diatas sajadah, aku bersujud memohon ampunan kepada Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Sementara sapaan selamat Pagi belum sempat ku balas.
Halaman 4
Cahaya matahari mulai berkemas-kemas. Aku pun berkemas. Mata ku masih melirik sebuah karya emas Pical Gandi yang belum sempat ku baca tadi malam. Sementara dijalanan, suara knalpot kendaraan dan asap saling bersahutan. Tiba-tiba dadaku terasa sesak. Teramat sesak. Teringat dengan puisi yang belum sempat ku baca tadi.
Halaman 5
Aku tiba-tiba ingin menikmati makanan khas Kota Toboali, Lempah Kuning Ikan  usai membaca artikel Sapta Wahyu  yang apik dan mengundang selera perutku. Aku teringat kemnali dengan masakan Almarhumah Ibu yang amat kesehor dan rasanya enak sekali. Almarhumah Ibu memang pintar sekali membuat perut anak-anaknya bahagia. Alfatihah buat Ibu dan ayahanda.