Maklum kelompok Besar dikenal sebagai pengusaha yang tak mengenal etika haram dan halal dalam berbisnis. Prinsip kerja yang teranut pun sangat tegas dan jelas. Hantam dulu. Urusan belakangan. Kan segala sesuatunya bisa diatur dan diatur. Yang penting pelicinnya besar dan menggoda para pembuat keputusan dan pemegang kekuasaan untuk berpihak dan mengabdi kepada mareka.
Di mata  rekan-rekannya, Remi adalah jurnalis yang selalu mengedepankan pembelaan terhadap rakyat kecil. Sebagai sarjana  ia selalu akrab dengan rakyat kecil yang termarginalkan, baik secara ekonomi maupun politik. Tak pelak aksi jurnalis ini kerapkali mengalami benturan dan hadangan. Bukan hanya di lapangan namun dalam lingkungan  internal tempatnya mengabdi sebagai pewarta, hadangan dan benturan sering terjadi.
Bahkan terkadang suara sumbang menggema dari rekan-rekan seprofesinya terhadap dirinya yang dianggap sok idealis dan pahlawan kesiangan.
Remi masih ingat dan sangat ingat sekali, saat melakukan investigasi tentang rencana penyulapan lahan persawahan milik masyarakat Desa Ancok Lilot menjadi areal pertambangan oleh perusahaan milik Pak Besar beberapa waktu lalu. Kendati sempat ditentang kalangan LSM, namun rencana itu tetap berjalan dan berjalan.Â
Bahkan kalangan birokrat seolah-olah menutup mata, bahkan ada yang mendukung dengan dalih untuk menambah pundi-pundi daerah.
"Kami bingung Pak. Sebagai rakyat kecil kami ini hanya ingin bertahan hidup. Lagi pula  nenek moyang kami hidupnya dari bertani dan bersawah dalam berkehidupan," keluh Pak Dandio saat bertemu Remi.
"Benar Pak. Keahlian kami hanya bertani dan bersawah. Nah kalau sawah kami dijadikan areal pertambangan, kami ini kerja apa? Penambang? Kami ndak paham. Ndak paham," sambung  Mbah Culun.
"Tapi kata bapak-bapak yang di atas, kami ini pembangkang karena menolak pembangunan. Apakah pembangunan harus merugikan rakyat?. Apa memang pembangunan harus mengorban rakyat kecil? Duh gusti, gusti. Memang begini toh nasib jadi wong cilik dan orang susah. Selalu tersusahkan dan disusahkan. Paling dihargai saat musim kampanye saja," sela Pak Bimbang.
Pada sisi lain, petinggi daerah dengan nada tegas menyatakan kehadiran perusahaan Pak Besar akan mampu merubah daerah ini menjelma daerah yang berkembang dalam  upaya mengeskalasi  kesejahteraan masyarakat dan derajat kehidupan rakyat. "Kita memberi apresiasi yang luar biasa kepada Pak Besar, pengusaha lokal yang siap berjuang  demi kesejahteraan rakyat," jelas petinggi negeri dengan senyum mengembang.Â
Senyum penuh kebahagiaan.
Hal senada juga terlontar dari mulut berbisa Pak Besar. "Kehadiran kami di sini untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk kepentingan rakyat daerah ini. Hanya itu niat saya. Tidak lebih dan tidak kurang," ujar Pak Besar dengan intonasi suara penuh senyum kemenangan.
Remi baru saja usai mandi. Ketukan pintu di rumah kontrakannya di gang sempit membatalkan niatnya untuk berganti pakaian. Pintu terbuka. Terlihat wajah Rifo teman sekantornya dengan senyum penuh sukacita.
"Masuk, Ndan. Tumben pagi-pagi kamu sudah bertamu. Kayaknya ada info terhebat nih," sapa Remi yang memanggil Rifo dengan sebutan komandan.
"Aku bawa kabar besar dan maha dahsyat untuk kau. Semalam Pak Besar, konglomerat yang katanya kebal hukum dan kebal segala macam itu ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan," jelas Rifo.
"Kok ditangkap?," tanya Remi heran.
"Ternyata selama ini Pak besar itu melakukan kegiatan yang illegal. Bukan cuma merusak lingkungan tapi juga  merusak mental dan moral masyarakat. Bahkan aparat KPK kini terus mengusut keterlibatan petinggi daerah dalam kegiatan Pak Besar," ungkap Rifo.
"Kalau itu mah, bukan merusak mental dan moral. Tapi merusak kantong Pak Besar," jawab Remi sekenanya.Â
Keduanya pun tertawa terbahak-bahak. Sementara dipersimpangan jalan, para penjual koran terus meneriakan berita tentang tertangkap tanganya Pak Besar yang menjadi headline koran-koran.
" Ada berita Pak Besar tertangkap tangan," teriak para penjual koran dengan nada suara garang. Sementara cahaya matahari bersinar dengan garangnya. segarang narasi para penjual koran yang terus berteriak tentang tertangkap tangannya Pak Besar.
Toboali, Minggu, 17 Oktober 2021
Salam sehat dari Kota Toboali