Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Duka Sang Penyinta

1 September 2021   19:38 Diperbarui: 1 September 2021   19:41 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Sekali lagi saya, saya mewakili keluarga besar yang terhormat ini menolak anda. Dan silahkan anda cari wanita lain," jawab pria itu.

" Dan saya mohon anada segera tinggalkan rumah ini," sambung lelaki lain yang hadir dalam pertemuan itu dengan narasi mengusir. Dengan tertunduk malu, lelaki muda itu pun segera meninggalkan rumah tua itu.

Lelaki muda itu patah arang. Jiwanya terkoyak-koyak. Kelaki-lakiannya seolah-olah terpotong. Rasa dendan memuncrat dalam otak besarnya. Balas dendam menghantui hari-harinya.

" Kamu jangan bertindak bodoh,bro. Menyakiti hati seorang wanita yang begitu mencintaimu sama saja engkau menghianati kasih sayang Ibumu sebagai perempuan," nasehat temannya.

" Saya malu. Hargai diri saya sebagai lelaki terpotong-potong. Saya terhinakan," jawab lelaki muda itu dengan nada keras. 

Penghuni alam pun menoleh.

" Saya sebagai sahabat sangat memahami perasaanmu. Apakah rasa malumu sebagai lelaki harus ditebus dengan derita seumur hidup? Apakah dendammu terbalaskan dengan kamu menanam benih dalam rahim wanita yang menyayangimu setulus hati? Saya tahu, Ayu amat mencintaimu. Apakah itu cara kamu membalas kebaikannya?," tanya sahabatnya. 

Langit cerah. Kerlap kerlip bintang dilangit menghiasi jagad raya. Sebuah ornamen alam yang sangat indah.

Tiga tahun lamanya lelaki muda itu berjuang melawan ganasnya Kota. Tiga tahun lamanya dia melawan kerasnya rimba Kota. Dan tiga tahun pula lamanya, sebagai lelaki dia harus memendam rindu yang tak terperikan. Sebuah rindu yang akan terlampiaskan dengan segera. Ya, segera terlampiaskan.

" Saya akan datang melamarmu wahai Cah Ayu," bisiknya dalam batin.

" Saya harus dapatkan dirimu, wahai wanita ayu," kembali batinnya berbisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun