Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Karma

26 Agustus 2021   20:18 Diperbarui: 26 Agustus 2021   20:37 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : Karma

Wanita setengah baya itu berjalan menembus malam yang pekat. Cahaya buram rembulan iringi gaya berjalannya bak paragawati di panggung catwalk. Setiap lelaki yang melihatnya, pasti akan bersiul usil. Maklum wanita setengah baya itu masih terlihat cantik diusianya yang mulai menua. Sisa-sisa kecantikan masa lalu masih terpatri dalam guratan wajahnya yang mirip artis sinetron terkenal.

Mbak Lola adalah panggilan akrab warga kampung untuk wanita yang tinggal diujung Kampung. Semua warga Kampung sangat mengenal Mbak Lola. Bukan hanya soal kecantikan dan keyahudan bodynya yang sering digambarkan bak bodynya gitar Spanyol, tapi perilaku wanita itu mengurus suaminya yang mengidap sakit bertahun-tahun, yang membuat semua warga berdecak kagum akan kesetiaan seorang istri.

" Ketabahan Mbak Lola sebagai istri patut diteladani para istri kita," kata seorang warga yang mendengar kabar tentang Mbak Lola yang mengurus sakit suaminya yang sudah menahun.

" Semoga beliau tabah dan sabar menghadapi semua cobaan ini," sela warga yang lainnya dengan penuh rasa simpati yang tinggi.

Setidaknya sudah hampir tiga tahun, semenjak berdiam di Kampung, suami Mbak Lola sudah sakit. Tak heran bila suami Mbak Lola jarang bersosialisasi dengan warga. Termasuk jarang datang ke acara hajatan warga. Apalagi ke masjid. Sangat jarang terlihat. 

Hanya Mbak Lola yang aktif bersosialisasi dengan warga Kampung. Warga pun jarang datang ke rumah Mbak Lola. Maklum Mbak Lola hanya tinggal bersama suaminya. 

Kalaupun ada yang datang berkunjung ke rumah itu, kebanyakan para lelaki dari luar Kota yang konon kabarnya sahabat dari suami Mbak Lola saat mereka masih tinggal di Kota. Para tamu suami Mbak Lola, biasanya menginap hingga tiga malam. Mareka datang ke rumah Mbak Lola dengan menggunakan mobil mewah merk terkini. 

Dan kalau ada tamu dari luar Kota, biasanya Mbak Lola sangat sibuk berbelanja ke Pasar Kampung. Banyak sekali bahan keperluan rumah tangga yang dibelinya. Mulai dari sembako hingga minuman kaleng. Sementara di dompetnya tergumpal uang pecahan seratusan ribu yang menggunung. Penuhi dompetnya yang berharga sangat mahal.

Senja itu cahaya mentari mulai meredup menahan rasa lelah yang tak terperikan. Sejuta pelangi yang mengibar di ujung langit seolah tak mampu diredamnya dengan sinarnya yang makin menua itu. Sebuah mobil merk terkenal melintasi jalanan Kampung yang mulai berwarna hitam. Arahnya jelas. Ya, mobil itu menuju rumah Mbak Lola.

Dihalaman rumah, tampak kesumringahan wajah Mbak Lola menyambut kehadiran tamunya. Sebuah ciuman mendarat di pipi kanan dan kiri lelaki setengah baya itu dari Mbak Lola. Keduanya pun langsung masuk ke dalam rumah. 

Sementara di dalam rumah, suami Mbak Lola tampak gusar dengan kehadiran tamu itu. Wajahnya tak bersahabat. Ada kesan perlawanan. Tapi apa daya. Tak mungkin diatas kursi roda itu dirinya mampu melawan lelaki setengah baya yang masih tampak gagah itu masuk ke dalam kamar istrinya.

" Dasar wanita bajingan. Bisanya hanya menghianati suami," teriak suami Mbak Lola

Teriakan suaminya tak menyurutkan langkah Mbak Lola masuk kamar bersama tamu lelakinya. Sang suami hanya bengong mendengar derit goncangan ranjang istrinya bersama lelaki tamunya. lelaki tua itu hanya terpejam saat desis suara istrinya terdengar menerjang kuping tuanya.

Sementara di dalam kamar Mbak Lola asyik memacu syahwatinya bersama lelaki yang sering dikatakannya sebagai tamu suaminya. Tamu suaminya tampaknya mampu menebarkan air kebahagian di jiwanya yang kering kerontang. Air kebahagian yang mampu memuaskan jiwa dan rohaninya sebagai wanita dewasa. Ada rasa bahagia yang muncrat dari wajah cantik Mbak Lola. 

Sementara sang tamunya tampak sumringah atas pelayanan Mbak Lola di peraduan. Ada rasa kenikmatan yang belum pernah dirasakannya selama ini.

" Terima kasih, Jeng. Aksimu malam ini sangat hebat dan memuaskan aku. Dan aku akan kembali lagi minggu depan," ujar sang tamu dengan nada gembira. 

Mbak Lola tersipu dengan pujian dari lelaki itu. Sebuah ciuman didaratkannya di kening lelaki itu Segepok uang lembaran seratus ribu dititipkan lelaki itu diatas ranjang yang masih kusut spereinya. Tepat diatas noda yang masih basah.

Sudah hampir tiga minggu tak ada kunjungan tamu ke rumah Mbak Lola. Ada rasa kegelisahan di nurani wanita itu. Seribu tanya menggelayut dalam jiwanya yang kering kerontang dimakan usia. Sementara uang dalam dompetnya mulai menipis. Tadi siang saja, untuk membeli beras, dirinya harus mengutang dulu kepada Wak Jon, pemilik warung langganannya.

Langkah kaki wanita setengah tua itu terus bergegas menembus malam yang makin pekat. Jalannya tergesa-gesa. Bak koruptor yang ingin menghindari dari jepretan para fotografer. Langkah Mbak Lola terhenti seketika,  saat terdengar  klakson mobil berbunyi diujung jalanan Kampung. Dari dalam mobil tampak seorang lelaki yang dikenalnya tersenyum seolah memberikan kode tertentu. Mbak Lola pun tersenyum. Ada rasa bahagia yang mengalir dalam sekujur tubuhnya yang mulai menua. Keduanya pun menembus malam yang pekat dengan kepekatan jiwa yang berselimutkan syahwati.

Wajah Mbak Lola tampak lusuh. Tak ada lagi guratan kebahagian yang selama ini menjadi ciri khasnya sebagai seorang wanita. Tak ada lagi. hanya sebuah penyesalan yang kini muncrat dalam aliran nuraninya yang kelam. Setidaknya, usai pulang dari Puskesmas tadi pagi, wanita setengah tua itu dilanda perang batin yang amat menggurita dalam jiwanya. Bagiamana tidak. Vonis dirinya mengidap penyakit HIV membuatnya terkulai.

" Mohon maaf Ibu. Berdasarkan pengecekan sample darah dari laboratorium kami, Ibu mengidap penyakit HIV," terang Dokter Puskesmas.

Mbak Lola pun terkaget-kaget mendengar penjelasan dokter. Jantungnya hampir copot. Kakinya gemeteran. Hampir copot dari engsel pergelangan kakinya.

" Ha ! Betul Dokter? Apa tidak salah?," tanya Mbak Lola dengan nada setengah berteriak diliputi wajah setengah tidak percaya atas penjelasan dokter.

" Tidak Bu. Kami tidak salah. Itu hasil test dari laboratorium," ujar sang Dokter.

Kini wanita setengah baya itu hanya bisa menatapi hari dengan rasa berdosa yang tak terperikankan. Rasa berdosa kepada suaminya yang dibiarkannya bak seonggok patung hiasan rumah. Rasa bersalah atas segala perbuatannya. Dan rasa bersalah kepada semua penghuni Kampung yang telah dobohonginya bertahun-tahun.

Kini bersama doa-doa yang terus digemakannya dengan airmata dosa menjadi diorama kehidupan Mbak Lola yang baru. Sebuah kehidupan babak kedua  yang dijalaninya menuju waktu ajal tiba.

Toboali, Kamis malam, 26 Agustus 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun