Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ada Fulus Berbunga Matahari

23 Mei 2021   13:12 Diperbarui: 23 Mei 2021   13:55 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Spontan Sukri terjaga dari lelapnya. Suara ketukan pintu itu telah mengacaukan tidurnya. Dengan rasa malas, Sukri melebarkan sayap mata, menatap jam bulat yang terpasang di tembok putih  kamar tidurnya. Pukul 03.30 WIB. Tengah malam begini siapa bertamu?
Batin Sukri berkata seraya bangkit dari ranjang.

Suara ketukan pintu depan rumahnya itu terus mengudara. Memecah hening malam. Bersaing dengan suara detak jam dinding di tembok kamar.Siapa yang mengetuk pintu dipagi-pagi buta ini? Apakah Pak Yusuf yang mau mengajaknya untuk sholat subuh berjemaah? Atau ada yang butuh pertolongan?

Sembari menuju pintu depan rumahnya seribu pertanyaan terus bergelayut dalam pikiran dan otak kecil Sukri. Dan betapa kagetnya Sukri, saat pintu depan rumahnyaterbuka, tampak lima laki-laki berbadan tegap penuh tato telah berdiri dengan wajah tak bersahabat. Dari mulut mareka tercium aroma minuman. Dan Sukri paham, kelima lelaki tegap itu adalah anak buahnya Ko Aciu, yang dikenal warga Kampung Kami sebagai rentenir.

" Ada yang bisa saya bantu, bapak-bapak," sapa Sukri dengan ramah.

Dan sapaan Sukri pun mareka jawab dengan suara ketawa yang keras sehingga beberapa warga yang hendak menuju masjid dan melewati rumah Sukri pun berhenti melihat aksi purba lima kawanan manusia suruhan itu.

" Ada pesan dari Bos untuk bapak," jawab seorang dari lima lelaki itu.

" Katakan pada bosmu usai sholat subuh aku akan datang ke rumahnya," jawab Sukri tegas. Kelima manusia suruhan itu pun langsung meninggalkan rumah Sukri dengan berjalan sempoyongan. Bahkan salah satu dari kawanan itu terpaksa digotong kawannya yang lain karena tak bisa berjalan.

Usai sholat subuh, Sukri langsung menuju rumah Ko Aciu yang terletak diujung Kampung Kami. Saat memasuki rumah lelaki yang dikenal sebagai lintah darat itu, Sukri melihat orang-orang suruhan itu tertidur di teras rumah rumah Bos duit Kampung itu.

Ko Aciu tampak bahagia saat melihat Sukri datang ke rumahnya. Ko Aciu merasa bangga juga didatangi orang punya pengaruh di Kampung Kami. Maklumlah selama ini Sukri adalah teladan dan panutan bagi warga Kampung walaupun tak memiliki jabatan struktural dalam pemerintahan Kampung Kami.

" Masuk. Masuk Pak Sukri. Terimakasih sudah berkenan mampir ke rumah," sambut Ko Aciu dengan ramah.

" Ada apa ya Ko Aciu. Kok tadi anakbuahnya Ako menyuruh saya ke rumah," tanya Sukri tanpa basa-basi.

" Mohon maaf Pak Sukli wo. Maklum anak-anak. Tak ada etika. Soal sisa duit dulu, gimana ya Pak Sukri," tanya Ko Aciu.

" Lho bukannya pokok dan bunganya sudh saya bayar lunas,"

" Iya, Pak Sukli. Tapi dalam catatan buku saya ada bunga yang belum pak Sukli bayar,"

" Ntar Siang sebelum Zohor, Ako ambil di rumah ya. Saya tunggu.

Dikalangan warga Kampung Kami Ko Aciu adalah pemiskin rakyat. Dengan dalih membantu warga yang perlu bantuan permodalan.

Namun pada prosesi selanjutnya bantuan itu justru membuat masyarakat menjadi miskin karena dibebani dengan bungan pinjaman yang sangat tinggi hingga 30 persen. Telah banyak warga yang menjadi korban aksi rentenir Ko Aciu.

Sayang, tak ada warga yang berani melawan kezaliman dan kesewenang-wenangan ekonomi ini. Termasuk para perangkat Kampung Kami. Mareka hanya berdiam diri seolah-olah pasrah saja, bahkan menyalahkan warga yang tidak membayar. Selain itu Ko Aciu dikenal memiliki anak buah yang berbadan tegap sebagai debt colector alias penagih utang yang tak segan-segan bertindak diluar batas kemanusiaan.

Usaha Pak Kades pun gagal melawan aksi rentenir ala Ko Aciu. Sia-sia usaha Pimpinan Desa untuk menghentikan pemiskinan atas rakyatnya.

" Saya bantu mareka. Dan adalah sesuatu kewajaran kalau dari hasilnya mareka membantu saya. Mana ada didunia ini makan siang yang gratis Pak Kades," kilah Ko Aciu. Dan sebelum meninggalkan ruang Pak Kades, sudah kelaziman ada titipan dalam amplop coklat yang ditinggalkan rentenir tua itu.

Matahari berarak lintasi langit yang cerah. Sinarnya menusuk relung hati manusia dibumi yang terus berkerja demi sesuap nasi. Keringat mengucur di tubuh warga dan para pekerja keras untuk menghadapi tantangan hidup yang semakin keras dan makin tak menentu seiring dengan makin menuanya zaman dan alam semesta ini.

Ko Aciu tampak datang ke rumah Sukri sesuai dengan janjinya. Dengan mengendarai mobil terbaru, pria tua ini langsung ditemani oleh para anakbuahnya. Dan Sukri langsung menyambut kedatangannya dengan senyum mengambang.

' Jadi berapa Ko bunga yang harus saya bayar lagi," tanya Sukri.

' Saya minta maaf lo Pak Sukli. Ini berdasarkan catatan dibuku saya," jawab Ko Aciu yang menyebut nama Sukri dengan sebutan Sukli.

" Tidak Masalah Ko. Kan itu kewajiban saya yang telah meminjam modal kepada Ako," jawb Sukri.

Dan betapa terkejutnya Ako Aciu ketika hendak menerima uang bunga riba dari Sukri, beberapa orang petugas berpakaian preman langsung membekuknya bersama dengan para anak buah untuk dibawa ke Polsek terdekat.

" Terimakasih Pak Sukri atas kerjasamannya. Semoga ini menjdi aksi terakhir dari aksi para lintah darat yang secara ekonomi melakukan penindasan kepada warga miskin," ujar seorang petugas sambil menyalami tangan Sukri. Sukri pun mengangguk kepalanya.

Sinar matahari berarak. Lintasi awan. Sinarnya terang seterang hati Sukri yang bisa membantu warga. Ya membantu melawan kesewenang-wenangan penindasan ekonomi lewat aksi riba oleh manusia tak beradab.

Toboali, minggu, 23 mei 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun