Dan brukkk. Tiba-tiba tangannya menghantam meja makan. Seketika wajah Mbak Iyem, istrinya laksana kain kafan.Â
"Aku suamimu. Aku imam di rumah ini. Aku pemimpin di rumah ini. Istri mengikuti apa kata suami," jelas Matliluk.
" Sebagai istri, aku wajaib mengingatkan suamiku. Usia Bapak tak muda lagi. Apa Bapak sudah siap tiba-tiba  Izrail akan memanggilmu," tanya istrinya. Dan seketika Matliluk terdiam. Ada kengerian yang mengalir dalam sekujur tubuhnya saat istrinya mengucapkan nama Izrail. Bukankah Izrail itu  malaikat pencabut nyawa?Â
Usai para jemaah masjid pulang dari sholat Isya berjemaah, Matliluk meninggalkan rumahnya. Tujuannya ke rumah Pak Ustad. Kedatangan Matliluk ke rumahnya disambut Pak Ustad dengan wajah sumringah. Raut wajahnya berbalut senyuman. Dan Pak Ustad langsung menyapa Matliluk.
" Apa kabar Pak Matliluk? Angin apa yang membawamu ke sini? Mari masuk," ajak Pak Ustad dengan suara penuh keramahan.
Matliluk duduk. Â Menyadarkan tubuhnya ke kursi. istri Pak Ustad datang dengan membawa dua gelas kopi.Â
" Silahkan diminum kopinya, Pak Matliluk. Nanti keburu dingin," kata Pak Ustad.
" Anu Pak Ustad. Istri saya selalu menyebut-nyebut nama Izrail," ujar Matliluk.
" Ada apa dengan Izrail?," tanya Pak Ustad.
" Apakah benar, Izrail bisa mencabut nyawa manusia tanpa ada pemberiahuan terlebih dahulu kepada kita?," tanya Matliluk.
Mendengar narasi Matliluk, Pak Ustad langsung tertawa. Senyumnya mengembang sembari menatap Matliluk.