Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kupu-Kupu di Pohon Besar

17 Maret 2021   20:01 Diperbarui: 17 Maret 2021   20:10 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen: Kupu-kupu di Pohon Besar

Tubuh kurus perempuan muda itu terkulai  di dipan tua. Sejak suaminya meninggal, dia tinggal sendirian di rumah itu. Dia dirawat tetangganya yang berbaik hati. Dan tak setiap waktu tetangganya itu dapat menungguinya. Pagi-pagi sekali,  tetangganya harus mengurus keluarganya dulu. Setelah itu barulah tetangganya itu menyuapi makan siang dirinya.

Perempuan muda itu mengingat-ingat sebuah kejadian sebelum dirinya sakit.

Di sebuah sore yang cerah sebelum dirinya terkulai di dipan tua itu, perempuan muda itu menyempatkan jalan-jalan mengitari Kampung, dimana mereka baru saja pindah dari Kota mengikuti sang suami yang ditugaskan di kampung ini. Sore itu dia sekadar ingin mengenal Kampung ini lebih dekat. Kampung ini masih banyak pohon besar yang menjulang tinggi. Udaranya terasa sejuk, sangat jauh jika dibanding dengan tempat tinggal mereka  yang dulu di Kota.

Perempuan muda itu terkejut saat berada tak jauh dari pohon besar yang menjulang tinggi. Kupu-kupu banyak yang bertandang ke pohon besar itu. Segerombolan kupu-kupu itu menjadikan pohon besar itu sebagai tempat kediamannya. Melihat kejadian itu, perempuan muda itu merasa tak nyaman untuk melanjutkan perjalanannya mengelilingi kawasan kampung. Dia putuskan untuk pulang ke rumahnya. 

Malamnya, apa yang dilihatnya, diceritakannya kepada sang suami. Mendengar cerita sang istri, sang suami cuma tersenyum kecil.

"Kita kan baru tinggal di sini. Jadi amat aneh melihat kejadian itu," ujar sang suami. " Lagi pula di Kota mana ada lagi pohon besar yang tingginya seperti itu," sambung suaminya lagi. 

Seorang warga Kampung mengabarkan kematian suaminya secara mengerikan kepada dirinya. Wajah warga kampung  itu pucat. Napasnya tersengal-sengal. Perempuan muda tak percaya sama sekali dengan berita yang disampaikan warga kampung itu. Tidak mungkin kematian suaminya tak wajar seperti itu. Suaminya tak punya musuh di Kampung ini. Mereka pun baru pindah dari Kota. Tinggal di kampung ini baru seumur jagung.

Mendadak wajah perempuan muda itu pucat pasi setelah seorang warga kampung datang lagi ke rumahnya mengabarkan hal yang sama. Suaminya benar tewas di bawah pohon tinggi itu. Dia memekik. Berteriak saat melihat dengan mata kepalanya sendiri, tubuh suaminya dipenuhi darah. Dia teringat dengan cerita para tetangganya tentang pohon tinggi menjulang di Kampung itu.

"Ibu mesti hati-hati kalau lewat di sekitar pohon besar itu," pesan tetangganya.

"Memangnya kenapa," tanyanya. Tak seorang pun dari tetangganya yang menjawab. Mereka bungkam seribu bahasa.

Kini karena memikirkan banyak hal, ia terbaring sakit. Tetangganya sudah memberikan obat, tapi tidak mujarab. Ke puskesmas sudah didatanginya. Namun tak ada perkembangan. 

"Aku hanya sakit biasa." ujarnya kepada para tetangga yang membesuknya. Padahal dirinya sendiri tak percaya dia menderita penyakit biasa. Semua itu hanya untuk menghibur para tetangganya yang datang membesuknya. Dan juga menghibur dirinya sendiri.

"Bu. Di halaman depan rumah Ibu banyak kupu-kupu," ujar tetangganya.

"Kupu-kupu," tanyanya.

"Iya, Bu. Banyak sekali. Padahal di halaman rumah Ibu kan tidak ada bunga-bunga," kata tetangganya.

Perempuan muda itu terdiam. Mata menatap langit rumahnya. Dia teringat kembali dengan kupu-kupu yang ada di pohon tinggi yang menjulang tinggi yang pernah dilihatnya saat mereka baru pindah ke kampung ini.

Dengan kaki yang menyeret-nyeret, perempuan muda itu memaksakan diri melangkahkan kaki ke teras rumahnya. Dia melihat kupu-kupu di halaman rumahnya. Padahal di halaman rumahnya tak ada bunga. Apalagi taman. Kupu-kupu itu terbang ke sana kemari. Perempuan muda itu pusing. Wajah suaminya terlihat sangat jelas. Dan telinganya dengan sangat jelas mendengar suara khas suaminya.

"Mari kita pulang," suara suaminya bergetar.

Toboali, rabu malam, 17 Maret 2021

Salam dari Kota Toboali, Bangka selatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun