Kini karena memikirkan banyak hal, ia terbaring sakit. Tetangganya sudah memberikan obat, tapi tidak mujarab. Ke puskesmas sudah didatanginya. Namun tak ada perkembangan.Â
"Aku hanya sakit biasa." ujarnya kepada para tetangga yang membesuknya. Padahal dirinya sendiri tak percaya dia menderita penyakit biasa. Semua itu hanya untuk menghibur para tetangganya yang datang membesuknya. Dan juga menghibur dirinya sendiri.
"Bu. Di halaman depan rumah Ibu banyak kupu-kupu," ujar tetangganya.
"Kupu-kupu," tanyanya.
"Iya, Bu. Banyak sekali. Padahal di halaman rumah Ibu kan tidak ada bunga-bunga," kata tetangganya.
Perempuan muda itu terdiam. Mata menatap langit rumahnya. Dia teringat kembali dengan kupu-kupu yang ada di pohon tinggi yang menjulang tinggi yang pernah dilihatnya saat mereka baru pindah ke kampung ini.
Dengan kaki yang menyeret-nyeret, perempuan muda itu memaksakan diri melangkahkan kaki ke teras rumahnya. Dia melihat kupu-kupu di halaman rumahnya. Padahal di halaman rumahnya tak ada bunga. Apalagi taman. Kupu-kupu itu terbang ke sana kemari. Perempuan muda itu pusing. Wajah suaminya terlihat sangat jelas. Dan telinganya dengan sangat jelas mendengar suara khas suaminya.
"Mari kita pulang," suara suaminya bergetar.
Toboali, rabu malam, 17 Maret 2021
Salam dari Kota Toboali, Bangka selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H