Hampir tengah malam, seorang lelaki setengah baya duduk bersila di hadapan Mbah Rebo, seorang Dukun ternama di Kampung Ini. Dia datang secara diam-diam dan penuh kesantunan. Saat bertemu, lelaki setengah baya itu langsung menyalami dan mencium tangan Mbah Rejo. Suaranya terdengar sangat lirih ditelinga Mbah Rebo.
Lelaki setengah baya itu menunduk. Tak mampu menatap wajah Mbah Rebo.Â
"Maafkan saya Mbah, yang sudah berani dan lancang datang ke rumah Mbah malam-malam begini," ujarnya lirih.
"Kamu pulang saja. Kamu ingin aku menguna-gunai orang kan," jawab Mbah Rebo. lelaki setengah baya itu tercengang. Dalam hatinya mengakui kehebatan ilmu kebatinan yang dimiliki Sang Dukun Kampung yang sudah tahu keinginannya.Â
Pelan-pelan dia mengangkat wajahnya. Sekilas dipandangi wajah Mbah Rebo. Dia sudah menduga saat menuju ke rumah Mbah Rebo. Permintaannya pasti ditolak. Tapi tekadnya sudah bulat. Harga dirinya yang terinjak-injak harus dibayar. lelaki itu harus mati,' tekadnya.
Lelaki setengah baya itu  langsung meninggalkan rumah Mbah Rebo. Tak sempat menikmati kopi yang sudah terhidang di depannya. Dia mohon diri. Kembali dia mencium tangan Mbah Rebo.Â
Dengan wajah menunduk, lelaki setengah baya itu meninggalkan  ruang tengah Mbah Rebo. Meninggalkan rumah Mbah rebo, lelaki setengah baya itu terlihat sangat bimbang.Â
Dia terus melangkah sembari memandangi ujung kakinya sendiri. Jantungnya seolah hendak copot dari katupnya, saat baru beberapa keluar dari rumah Mbah Rebo, beberapa ular berlari menerobos ke dalam hutan yang ada di depan rumah Mbah Rebo. Malam semakin menjauh.
Matahari baru saja terbangun dari mimpi panjangnya. Cahaya terangnya seolah masih enggan menyinari bumi. lelaki setengah baya itu tengadah. Memandang orang-orang yang lalu lalang di depan rumahnya. Kaum lelaki memaki peci. Sementara kaum perempuan menggunakan hijab. lelaki setengah baya itu berlari ke arah depan rumahnya. tepatnya di depan selokan rumahnya.
"Ada apa, Pak," tanyanya.
"Ada warga kampung yang meninggal," jawab seorang warga sembari berjalan. lelaki setengah baya itu ingin bertanya lagi. Tapi langkah orang ditanyanya sudah menjauh.
Lelaki setengah baya itu berjalan menyusur jalanan Kampung dalam diam. Secara tiba-tiba, matanya menatap segerombolan ular yang keluar dari hutan kecil. Lelaki setengah baya itu terkejut. Dan di tengah keterkejutan jiwanya, dia berpapasan dengan beberapa warga. Melihat para warga, lelaki setengah baya itu menebar senyuman. Kesempatan untuk bertanya,' bisiknya dalam hati.
"Maaf, bapak-bapak. Siapa warga kampung yang meninggal," tanyanya.
"Pak Lurah," jawab seorang dari warga.
"Pak Lurah," jeritnya.
"Iya. Beliau wafat semalam dimangsa ular yang datang ke rumahnya secara bergerombolan," jelas seorang warga.
"Beliau kena guna-guna," sambung seorang warga lainnya. Tenggorokan lelaki setengah baya itu seolah tercekik mendengar cerita warga.
Lelaki setengah baya itu menyingkir dari iring-iringan para pengantar jenazah yang dipikul para warga menuju ke pekuburan Kampung. Lelaki setengah baya itu mencari tempat sunyi untuk melihat orang-orang yang mengantar jenazah Pak Lurah hingga ke pekuburan.
Dengan langkah yang bergegas, lelaki setengah baya itu melangkah dengan langkah kaki yang amat bergairah. Dia membayangkan wajah istri muda Pak Lurah yang akan menyambutnya mendengar kabar bahagia ini. Dan tentunya menyambut kedatangannya dengan wajah yang berbungkuskan gairah. Sudah lama dia tak dimanjai istri muda Pak Lurah. Sudah lama sekali semenjak Pak Lurah tinggal di rumah istri mudanya itu.
Toboali, selasa malam, 16 Maret 2021
Salam dari Kota Toboali, Bangka selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H