Cerpen : Tiba-tiba, Suara itu Terdengar Dimana-mana
Tiba-tiba, suara itu bergema. Di warung Kopi, pasar, ruang publik bahkan hingga ke mesjid. Suaranya seolah mengalah suara religius Azan yang berkumandang. Suara itu terdengar sangat indah, Bahkan terkadang sangat nikmat untuk dinikmati kaum-kaum pinggiran.
Desa Kocar Kacir sungguh beruntung. Bahkan warganya mesti bangga kepada pemuda itu yang biasa diapnggil Cagal. Bagaimana tidak bangga, disaat semua pemuda Desa hijrah ke Kota, cagal malah berdiam diri di Kampungnya yang jauh dari hiruk pikuk Kota.
' Di Kampung, kita hidup apa adanya. tak termakan zaman dan moderenisasi yang tak masuk akal. Di Kampung kita hidup bersama alam. Di kota....," jawabnya.
Kendati lulusan sekolah tinggi, tak ada terbesit dalam otak kecilnya untuk tinggal di Kota. Tak ada sama sekali. Â lelaki muda itu ingin mengabdi ilmunya untuk warga Kampung. Dan kini, dia dijagokan warga Kampung untuk memimpin kampungnya.
" Cagal, anak sekolahan. Berilmu. Saatnya anak muda memimpin kampung kita," promosi seorang warga.
" Iya. jangan pilih yang sudah tua bangka. Tak maju Kampung kita," sambung yang lain.
" Adik jangan salah lho. Yang tua itu kadang ampuh dan tokcer," celetuk yang lain yang disambut tawa warga.
" Kamu jangan salah bicara. nanti dikira menghina pemimpin yang sekarang lho," ujar warga lainnya.
" Faktanya demikian. Dan itu realita. pemimpin kampung kita sudah tua," sambung warga lainnya.
Semenjak dicalonkan kembali menjadi kandidat pemimpin Kampung, suara-suara manis bergenuruh. menembus dinding hati warga. Menyusup ke dalam nurani warga. Hingga bergema sampai ke dapur warga. Suara itu terdengar amat nikmat untuk dilumat.Â
Seorang pengurus Mesjid kampung kaget setengah mati, ketika melihat seorang kandidat pemimpin kampung, tiba-tiba hadir di masjid. Tak biasanya, lelaki itu datang ke masjid. Biasanya entah kemana. Dan suara-suara indah bernada nikmat pun bergema di dalam masjid. Nikmat untuk dilumat.