" Insya Allah ayah, dia wanita baik-baik ayah. Saya mohon doanya saja biar perkawinan kami langgeng hingga ajal memisahkan kami," jawab Markudut.
Sebagai seorang suami, Markudut sebenarnya mulai curiga melihat sepakterjang istrinya terutama saat dirinya baru saja pulang dari melaut. Nafsunya sebagai lelaki kadang harus ditolak istrinya dengan alasan datang bulan. Dan walaupun Markudut mendapatkan pelayanan, lelaki itu mulai merasakan sesuatu yang berbeda dari istrinya yang biasanya ganas dan mampu memberi kenikmatan sebagai lelaki diatas ranjang.
Malam itu cahaya rembulan menebarkan keindahan yang amat terang. Cahayanya menerangi setiap sudut dunia dengan cahaya indahnya. Kutu busuk yang berada di dalam kasur ranjang pengantin milik Markudut mulai keluar. Cahaya keemasan rembulan membuatnya enggan tergolek dalam kasur yang masih beraroma pengantin itu. Dengus nafas sepasang manusia terdengar berdesis. Desisnya sangat menggairahkan malam. Gerakan tubuh keduanya tanpa henti yang membuat ranjang pengantin mulai bergoyang seiring deru nafsu keduanya yang menggelora. Cahaya malam pun tersipu malu melihat keduanya berselimutkan nafsu. Gigitan kutu busuk tak membuat mareka menghentikan aksi nafsu syahwati mareka sebagai manusia.
Keduanya tersentak dan kaget ketika sebuah tubrukan dari arah pintu. Seorang lelaki tampil dengan muka garang. Wajahnya memerah. Ditanganya terhunus sebuah pisau yang berkilau. Dan sekali tusukan, darah langsung muncrat dari kedua tubuh manusia itu. Memerahkan ranjang bahkan hingga dinding kamar. Teriakan dari keduanya makin mengganaskan lelaki itu hingga keduanya terdiam berselimutkan darah yang mulai membasahi tubuh keduanya. Cipratan darahnya mengenai tubuh kutu busuk yang masih asyik menghisap darah keduanya tanpa henti hingga badannya membesar dan berwarna merah darah yang segar. Kutu busuk pun tak bisa bergerak. Langkahnya amat berat. Penuh dengan darah.
" Dasar manusia bejat. Dan ini adalah hadiah buat kalian, manusia terkutuk," ujar Markudut sambil meninggalkan kamar pengantinnya dengan pisau yang berlumuran darah ditangannya.
Malam makin merentah. Langkah Markudut tergesa-gesa susuri malam yang bening. Bajunya penuh dengan darah. Sementara pisau berlumuran darah masih ditangan kanannya.Â
Tujuannya adalah Kantor polisi terdekat. Sebagai lelaki sejati dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia tak ingin meniru gaya para koruptor yang harus bersembunyi. Dia adalah lelaki jantan. Bukan koruptor. Dia menjaga martabat ranjangnya sebagai seorang suami sejati. Dia Markudut. Lelaki yang menjaga martabat dirinya.
Toboali, jumat malam, 19 Februari 2021
Salam dari Toboali, Bangka Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H