Malam makin melarut. Selarut jiwa para warga yang terlelap dalam mimpi panjangnya. Bermimpi tentang apa yang akan disantap esok hari. Bermimpi tentang hidupnya. Bermimpi tentang masa depan anak-anaknya. Bermimpi tentang sesuatu. Â Hingga terus bermimpi bertemu penutur narasi tentang sesuatu yang terus berkembang biak dalam mimpi mereka tanpa mampu mereka tepis dalam balutan jiwa yang kering kerontang dimakan peradaban zaman yang makin renta.
" Kalian semua harus percaya dengan cerita tentang sesuatu ini untuk masa depan kalian semua sebagai warga. Untuk kebahagian kalian semua sebagai warga," bunyi suara itu terus bergemuruh dalam sanubari warga yang masih terus bermimpi tentang keindahan kehidupan hari esok.
" Anda Siapa," tanya warga
" Bapak berasal dari mana," sambung warga lainnya.
" Kami ingin tahu siapa sebenarnya Tuan ini hingga bisa bertutur cerita tentang sesuatu ini," celetuk yang lain.
" Tuan jangan menjadi provokator," sela warga yang lain.
" Buka topeng Bapak," usut warga lainnya.Â
Penutur cerita tentang sesuatu itu terdiam. Menahan nafas. Menelan ludah tanpa harus kehilangan akal.
" Apakah penting bagi bapak-bapak semua tentang identitas saya? Mana yang lebih penting, cerita tentang sesuatu ini yang berguna untuk masa depan bapak semua atau identitas saya," tawar penutur itu.
" Maaf, Kami tidak menerima narasi hoax. Kami tidak butuh cerita palsu dari mulut palsumu," jawab seorang warga dengan suara tinggi.
" Benar sekali kata teman kami tadi. Kami tidak menerima cerita palsu tentang sesuatu yang palsu dari penutur cerita palsu yang membuat kami para warga bercerai berai," sambung warga yang lain.