Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Kisah Sedih Sang Narator

6 Juni 2016   23:06 Diperbarui: 7 Juni 2016   17:30 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apakah karena adik kita itu tergiur dengan harta dan jabatannya," tambah ponakannya.

"Adik kita jangan berharap banyak atas harta Bapak Anu itu. Itu milik anaknya," jawab sang suami dengan nada tinggi. "Apalagi kamu kan tahu bagaimana pelit dan kikirnya bosnya itu. Kamu kan pernah sekantor dengan dia," ucap sang suami dengan nada suara tinggi. Wanita narator dan ponakannya pun terdiam atas hardikan sang suami. Semuanya membisu. Hening. Sementara awan terus berarak di luasnya cakrawala.

Isu tentang kedekatan ponakannya dengan Pimpinan Kantor bukan hanya sekadar wacana semata. Beberapa pegawai di kantor itu menjadi saksi mata tentang hubungan antara Pimpinan Kantor dengan ponakannya. Bahkan secara diam-diam Sang Bos memberikan nomor khusus kepada ponakannya biar gampang berhubungan. Dan keresahan melanda keluarga sang wanita narator.

Otaknya terus berputar dan bekerja siang malam untuk menemukan solusi yang tepat dan bernas sehingga mampu menemukan obat yang mujarab untuk Pimpinan Kantor biar tak mendekati sang ponakan.

Cahaya rembulan menyinari bumi dengan terang benderang. Warnai lalu lintas kehidupan manusia di bumi yang terus memburu waktu dan kuasa untuk kedigdayaan hidupnya.

Di sebuah kantor dalam komplek perkantoran yang mulai redup cat dan sarat kegersangan diulah tingkah para petingginya, ponakan wanita narator dan sang Pimpinan Kantor sedang asyik bercerita. Bercerita tentang hidup. Bercerita tentang masa depan, bahkan bercerita hubungan mereka.

"Saya heran, kenapa keluargamu tak merestui hubungan kita. Padahal tak ada yang salah. Aku duda dan kamu lajang," ujar Pimpinan Kantor sambil menggeser posisi duduknya.

"Bapak harus sabar menghadapi semua ini. Dan saya siap mendampingi bapak dalam duka maupun lara," ujar wanita muda itu.

"Apakah kamu tak malu menikah dengan duda," tanya Pimpinan Kantor.

"Dan apakah Bapak tak malu menikah dengan saya yang telah kehilangan martabat sebagai wanita," tanya wanita muda itu.

Sementara di balik jendela, wanita narator dan ponakannya sedang asyik merekam video dan suara perbincangan antara Pimpinan Kantor dengan ponakannya yang malam itu sedang dilanda kasmaran. Hanya kursi dan meja kantor yang menjadi saksi bisu. Detak jarum jam dinding menjadi saksi bagaimana detak jantung keduanya sebagai manusia saling berbagi kasih. Saling memberi kehangatan. Malam pun mereka jadikan malam jahanam. Malam yang menyesat dua manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun