Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Primadona

28 April 2016   22:28 Diperbarui: 28 April 2016   22:32 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hanya dalam tempo 13 hari, nasib baik menimpa Dona, wanita kampung yang kini hijrah ke Kota. Berbekal pengalaman sebagai penyanyi level kawinan klas Kampung, wanita kampung ini mampu menjinakkan Kota yang terkenal ganas dan tak berperikemanusian. Pesta kawaninan salah seorang sahabatnya, menjungkir balikan nasib hidupnya. Mengubah deraat hidupnya. Tanpa disangka, seorang produser sebuah acara  televisi yang hadir dalam kondangan kawinan itu dan menyaksikan kemerduan suaranya saat bernyanyi diatas panggung pesta perkawinan itu meminta Dona untuk tampil di sebuah acara televisi.

" Suara Mbak bagus sekali. Saya minta Mbak bisa datang ke studio untuk mengisi acara yang kami produksi." ujar sang produser berperut tambun.

Dona terdiam. Tak menjawab.

" Ini kartu nama saya. Besok saya tunggu di kantor saya," sambung lelaki setengah baya itu dengan nada suara meyakinkan sembari memberikan kartu nama kepada Dona yang masih tertegun setengah tak percaya. Mentari sangat terik cahayanya siang itu. Sinarnya menerangi bumi dengan sepenuh hati.

Dan hanya dalam tempo 3 bulan, nama Dona menjadi buah bibir masyarakat dan pecinta televisi. Hampir setiap malam wajah cantiknya selalu menghias media televisi. Hampir setiap malam para pecandu acara musik di televisi disuguhi suara merdunya. Dona seolah menjadi magnet bagi acara musik di televisi. Semua produser acara musik dan talk show televisi berebut meminta tanda tangannya untuk bisa on air di media televisi mareka.Dona menjadi daya tarik yang luarbiasa.

Hanya dalam tempo 3 bulan, martabat  diri Dona pun tereskalasi ke langit. Demikian pula dengan keluarganya di Kampung. Terangkat derajatnya. Tereskalasi sebagai warganegara yang berharga diri dan terhormat. Semua warga Kampung mulai menghormati keluarganya di Kampung. Semua warga mulai bangga dengan eksistensi Dona di dunia hiburan TanahAir. Para awak media pun keluar masuk Kampung mencari fakta peristiwa dan fakta pendapat dari warga Kampung soal kesuksesan Dona. Tak pelak nama Kampung Dona pun mulai dikenal publik.

" Sebagai Lurah, saya bangga dengan warga kami, ananda Dona yang telah mengharumkan nama Kampung ini. Dan kami sangat bahagia ada warga kami yang kini menjadi superstar di belantika pertelevisian," jawab Pak Lurah menjawab pertanyaan para awak infotainmen yang datang bak air bah ke Kantornya.

" Demikian pila kami sebagai tokoh masyarakat, sangat bangga ternyata ada potensi di daerah kami yang bisa membahagiakan masyarakat lewat dunia hiburan," ujar Tokoh Masyarakat Kampung dengan diksi bahagia.

Siklus kehidupan memang selalu berubah. Kadang diatas dan kadang dibawah. Itulah dinamika kehidupan. Roda hidup memang selalu berputar bak jarum jam yang selalu berjalan seiiring dengan waktu yang terus berputar. Dan tak seorang pun yang bisa menebaknya. Semua adalah rahasia Sang pencipta.

Nama besar telah membuat Dona salah jalan dalam memilih kehidupan. Bergelimangan harta membuat gadis kampung ini salah arah dalam menjalani kehidupan. Populeritas telah membuatnya mabuk kepayang dan besar kepala. Gaya hidup Kota telah membuatnya terjerumus ke dalam pergaulan hidup yang tak berarti. Kota telah menebarkan virus dalam jiwanya.

" Kamu harus hati-hati, Nak. Kota tidak sama dengan Kampung," nasehat Ibunya saat dirinya meminta restu untuk bekerja di Kota.

" Iya, Bu. Saya mengerti," jawab Dona sambil mencium tangan Ibunya saat hendak pamit ke Kota.

" Kamu harus jaga diri Nak. Jangan terpengaruh dengan gaya kehidupan Kota yang tak jelas," nasehat Sang Ayah.

Obat-obat terlarang dan gaya hidup bebas telah menjadi ciri khas Dona kini. Dona berkeyakinan gaya hidupnya seharmoni dengan populeritas namanya sebagai artis top. Gaya hidup yang tak pernah dibayangkannya saat masih di Kampung.

" Aku ini artis top. Bukan artis Kampung lagi," ungkap Dona saat sahabatnya Ayu menasehatinya pada suatu malam saat melihat Dona pulang dalam keadaan mabuk.

" Saya paham. Banyak artis top negeri ini yang perilaku mareka tetap sederhana dan jadi panutan masyarakat," jawab Ayu sembari menyebut beberapa nama artis yang meskipun namanya amat populer namun tetap bersahaja.

Dona terdiam seribu bahasa. Tatapan matanya nanar. Ada rasa malu dalam jiwanya. Ada rasa sesal dalam nuraninya.

" Kamu harus ingat, hidup tak selalu diatas. Dan sederet artis pendatang baru siap menggusur kamu bila kamu tak mampu menahan gejolak diri. Kamu tahu kan berapa banyak artis senior yang kini harus melunta diri karena tak mampu menahan gejolak diri," lanjut Ayu.

Populeritas Dona di panggung televisi memang tak lama. Hanya seumur jagung. Bahkan  ubi di kebun Bapaknya belum panen. Demikian pula dengan renovasi rumahnya masih belum kelar. Bahkan kreditan sepeda motor buat adiknya pun belum lunas. Dirinya kini harus menjadi pesakitan saat aparat menangkapnya saat sedang pesta narkoba di rumah teman lelakinya. Dirinya kini menjadi bulan-bulanan media infotainmen yang memblow up beritanya hingga menekuk martabat keluarganya di Kampung. Eskalasi harga diri keluarganya di kampung kini mulai terusik. Desas desus mulai menjalari ruang wacana para warga Kampung.

" Ternyata Dona itu top karena merangkap sebagai bandar obat terlarang," desis para warga Kampung.

" Pantesan bisa masuk tipi. Rupanya membayar," sambung warga yang lain.

" Saya tak menyangka, kalau Dona bisa berbuat begitu. padahal dulu waktu masih disini sangat religius," celetuk warga lainnya dengan nada setengah bertanya.

Tiga tahun menginap di hotel predeo telah mengajarkannya tentang hidup dan kehidupan Kota yang ganas dan tak bertuan. Dona kini baru memahami hidup saat berada di dalam jeruji besi. Persahabatan hanya diukur dengan duit. Selama dirinya dalam penjara, tak seorang pun sahabatnya yang membesuk. Kecuali Ayu sahabatnya sedari kecil di Kampung.

" Maafkan aku Ayu," ujarnya dengan nada terbata-bata saat Ayu menjenguknya setiap awal bulan.

Keluar dari hotel prodeo, Dona dengan diantar Ayu sahabatnya langsung meluncur ke Kampung halamannya. Dan Dona bertekad tak akan kembali dalam panggung hiburan, kendati tawaran mulai berdatangan menghampirinya. Dirinya telah berjanji untuk membangun Kampung halamannya dengan sisa-sisa kepopuleritasnya yang masih tersimpan di tabungan.

" Saya ingin membangun pesantren dan mengajar anak-anak kampung mengaji," ungkapnya kepada Ayu saat mareka hampir tiba di kampung halamannya. Dan Ayu paham Dona pernah menjadi juara ngaji tingkat Kabupaten saat mareka masih bersekolah di SMA.

Suara azan magrib telah berkumandang. Religiuskan alam. Para warga mulai berduyun-duyun menuju masjid. Tak terkecuali Dona yang dengan penuh linangan airmata memohon ampun atas segala dosanya selama ini. Malam makin beranjak.Kerlap kerlip bintang mulai taburi langit. langit semakin cerah secerah hati Dona. (Rusmin)

Toboali, Bangka Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun