Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Tua Nenek Renta

12 April 2016   23:21 Diperbarui: 13 April 2016   02:12 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada aktivitas deru mesin alat berat di pemukiman warga hingga hari ketujuh membuat sejumlah masyarakat seolah-olah mulai terlena. Mareka kembali membangun rumah dengan alat apa adanya. Yang penting bisa berdiam dan berteduh dari gencarnya mentari yang dayang menyerang pada pagi hari dan mampu melawan hawa dinginnya malam yang kadang menyerang balita mareka.

"Pak Penguasa. Taktik kita berhasil. Mareka kembali membangun rumah mareka," lapor seorang penyokong lewat telepon pintar berharga satu buah rumah.

"Kalian tunggu perintah saya. Dan jangan main serabutan. Saya sudah mendapat teguran dari Bos atas," tegas Pak Penguasa dari dalam mobilnya yang berlari kencang.

Tak ada aksi pembongkaran terhadap hunian para warga hingga hari ke 30 membuat para warga kembali bertanya-tanya. Sejuta tanya kembali menggumpal dalam otak kecil mareka yang lemah dan papah itu.

"Ini ada yang tak beres. Kok tak ada aksi lagi dari kelompok Pak Penguasa," ujar seorang warga sembari bertanya.

"Intinya, kita harus waspada. Kita jangan mengikuti irama permainann mareka yang gampang berubah," saran warga yang lainnya. Malam makin menjauh. Mentari siap untuk mengambilalih tugas untuk menerangi hati manusia.

Di pagi yang cerah, seorang lelaki berpenampilan flamboyan yang disertai para pengawalnya sedang mendengarkan nasehat dari seorang wanita yang rumahnya tak jauh dari parkiran alat berat sehingga kedatangan mareka tak diketahui oleh para warga.

"Kamu mestinya paham bahwa ada Ibumu yang renta ini menghuni daerah ini. Kok teganya kamu mau menggusur orang tuamu sendiri," ujar wanita tua itu dengan suara keras.

"Ibu sudah saya sarankan untuk pindah dari lokasi ini. Ini lokasi tak sehat," ujar lelaki Flmabotan itu.

"Dari lokasi tak sehat ini lah kamu dilahirkan dan dibesarkan hingga kamu bisa jadi seorang penguasa negeri. Apa kamu lupa bahwa di daerah ini ada makam Bapakmu? Kakekmu dan sejumlah keluarga lainnya dimakamkan disini. Bahkan mareka bisa menyekolahkan kamu dari areal tak sehat ini. Sejarahmu ada disini. Dan bukan disana," cetus wanita itu sembari menunjuk sebuah gedung besar sambil meninggalkan lelaki itu.

Lelaki flamboyan itu mengejar wanita tua itu hingga kebelakang rumah dengan diikuti para pengawalnya. Dan narasi minta maaf dan minta ampun pun terus digemakan lelaki flamboyan itu dengan disaksikan para pengawalnya. Namun wanita itu tak menggubris. Tangannya sibuk menggerek air dari dalam sumur yang semennya sudah rata diganyang alat berat. Bantuan dari pengawal lelaki flamboyan itu pun ditolaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun