Sementara beberapa kawan satu clubnya beruasaha menenangkan dirinya.
" Sudah Sukri nggak usah diambil hati omongan Pak Manager," ujar kawannya.
" Iya. Dalam setiap pertandingan selalu ada yang menang dan kalah. Sebuah kewajaran," kata sang pelatihnya dengan nada bijak.
Perbincangan Pak Manager dengan beberapa orang bertubuh tambun di sebuah cafe adalah awal dari bencana ini. Saat itu Sukri sedang melepaskan kepenatannya usai berlatih. Tanpa disadari, dia mendengar pembicaraan antara Manager klubnya dngan para cukong itu.
" Kalau tim Bapak bisa mengalah dengan tim lawan maka kami akan beri hadiah untuk Bapak," ujar salah seorang dari pria berbadan tambun itu.
" Ini masalah martabat klub Bos. Kami tak bisa mengalah. Ketua klub sudah memerintahkan semua pemain untuk all out dalam pertandingan final nanti," sanggah manager klub Sukri.
" Kami hanya minta pemain anda hanya mencetk satu gol saja ke gawang tim lawan. Hanya satu gol saja. Tak lebih dan tak kurang. Tapi jangan sampai tidak mencetak gol. Bangklut kami wo,: sela yang lainnya.
" Kami beri hadiah tiga kali lipat dari hadiah juara turnamen itu. Dan ini uang mukanya," ujar seorang dari pria bertubuh tambun itu sambil menyerahkan beberapa bungkusan.
Manager Klub Sukri terdiam saat melihat uang itu. Sangat banyak. Pikiran kotor mulai menyinggahi otak kanannya.
" Hadiah ini bisa mencukupi kebutuhan hidupmu selama bertahun-tahun. Kamu tidak perlu kerja," sambung yang lainnya sambil tertawa. Malam makin menghitam. Sukri pun meninggalkan cafe itu dengan sejuta tanya. Sejuta kegundahan.
Beberapa jam menjelang pertandingan, Sukri dipanggil pelatihnya. Atas perintah manager klub, Sukri tidak dimainkan sebagai line up utama.