Usai ijab kabul, Dara diboyong Rian ke Kota. Sebuah rumah dengan halaman luas dan bercorak masa kini telah siap menantinya. Iringan doa dari sanak keluarga mengantarkan Dara larut dalam perjalanan baru sebagai seorang istri dan ibu.
" Hati-hati ya nak. Jaga dirimu baik-baik. Perlakukan suamimu sesuai kodratnya. Dan rawatlah suami dan anaknya dengan setulus hati,"pesan sanak keluarganya saat dara dan Rian berpamitan.
Malam itu adalah malam pertama Dara tinggal bersama Rian dan anaknya. Kepenatan usai perhelatan ijab kabul mengantarkna keduanya terlelap tanpa peraduan yang sama sebagaimana yang menjadi impian para pengantin baru. Riann terlelap di kamar depan. Sementara Dara bersama putri Rian. Melepaskan kepenatan cara masing-masing usai hajatan yang melelahkan.
Lima tahun perjalanan berumah tangga tanpa saling beradu kasih sayang diperaduan membuat Rian mulai bersikap. Malam-malam tanpa peraduan yang sama, membuat Rian merasa dirinya sebagai lelaki tak berdaya dan lunglai. Kejantanannya sebagai lelaki dipertaruhkan. Jeritan kelaki-lakiannya dipermalukan. Kasih sayangnya yang mendalam kepada puti semata wayangnyalah yang membuat Rian mampu bertahan dalam lima tahun itu.
Dan sebagai lelaki dewasa Rian mulai tersadar. Martabatnya sebagai lelaki jantan seakan-akan dipermainkan. Harga dirinya sebagai lelaki terusik tajam. Sikap Rian mulai berubah. Rian jarang pulang ke rumah. Keramahan yang menjadi simbol Rian tak nampak. Dan Dara merasakan itu. Sangat merasakan. tegur sapa yang selalu menjadi simbol keduanya kini tak ada lagi. Saling berdiam diri..
Sikap pembelotan Rian ini justru membuat Dara tidak marah dan bahagia. Dara malah gembira. Setidaknya kehobian menulisnya tak terganggu. Setidaknya ratusan naskah telah diproduknya selama lima tahun ini dan terpublikasikan. Beberapa buku telah dipublikasikannya. Geraknya pun makin luas dan bebas. Tak ada yang membatasi. Tak ada yang membebani pikirannya
Malam itu purnama memancarkan cahayanya. Di teras rumah yang berasitektur moderen yang terang, dua manusia berbeda jenis ini saling mengekploitasi diri. Bercerita tentang masa depannya. Mareka asyik dengan ceritanya masing-masing tanpa ragu dan sungkan. Dan bagi mareka inilah malam penuntasan jiwa dan hati yang terkukung oleh beratnya perjalanan hidup atas perjanjian hati yang telah mareka buat saat akan menikah lima tahun lalu. Setidaknya keduanya ingin terbebas dari belenggu jiwa yang terpasung dalam lima tahun ini. Keduanya ingin terbang bebas ke udara menuju cakrawala tanpa rintangan jiwa yang terusik.
" Dengan penuh hormat, saya mohon maaf kepada Mbak Dara, bahwa ikatan perkawinan ini tidak bisa kita perpanjang lagi. Walaupun terasa berat buat saya karena memikirkan putri, setidaknya belenggu jiwa dan hati kita harus terpisah. Sebagai lelaki sejati saya tak bisa berharap lagi dari ikatan tali kasih sayang ini. Dan terimakasih atas kasih sayang yang telah mbak berikan untuk putri saya selama ini," ungkap Rian lirih.
" Saya pun demikian Mas. Saya minta maaf tidak bisa memberikan kasih sayang untuk Mas. Maafkan saya yang tidak bisa memartabatkan kelaki-lakian mas selama ini.Saya minta maaf. Dan saya bukanlah wanita yang pantas untuk Mas. Saya adalah wanita yang salah untuk Mas," jawab Darah dengan nada tersekat. Tanpa tersadari, airmata menetes dari bola matanya yang cantik dan mempesona
" Tak apa-apa, Mbak," Balas Rian dengan nada suara intonasi yang tegas
Malam makin melarut. Purnama memancarkan sinarnya. Terang benderang. Dengus liar anjing hutan pun tak terdengar. Hanya kerlap kerlip bintang tersenyum dengan sepenuh hati sebagaimana sepenuh hatinya Rian dan Dara untuk mengakhiri kebersamaan mareka dengan prinsip hidup yang mareka jalani.
Mentari pagi pancarkan sinarnya. Terangi jiwa-jiwa penghuni bumi. Deru suara kendaraan bisingkan hari. Ramaikan lalulintas hidup yang mulai berjalan beriringan dengan perjalanan waktu. Rian dan Dara mulai tinggalkan status diri dan berjalan sesuai dengan relnya masing-masing dengan menyambut hari yang cerah. Hari dan masa depan yang terbentang luas dihadapan. Langit membiru hantarkan keduanya menuju jalan pulang yang berbeda arah. Dan itulah jalan keabadian yang hendak mareka songsong menuju masa depan. Masa depan tanpa belengu dan ikatan yang saling memartabatkan diri sesuai kodrat dari Sang Pencipta. (Rusmin)
Mei 2014 Toboali, Bangka Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H