Adalah sesuatu yang biasa saja ketika Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri memberikan predikat sebagai daerah otonom " Zona Merah " kepada Bangka Selatan. Sinyalemen tentang itu sudah terlihat ketika pelayanan publik yang menjadi parameter dalam penilaian kepada suatu daerah otonomi memang belum optimal diaplikasikan di daerah ini yang akan merayakan hari jadinya yang keduabelas 27 januari ini.
Bagaimana tidak, sektor kesehatan yang merupakan simbol dalam menilai keberhasilan daerah dan menjadi tanggungjawab negara seakan-akan terabaikan. Padahal kesehatan adalah salah satu kredit point bagi negara dalam melayani masyarakat. Dan ketika suatu daerah mengalami kasus demam berdarah yang membuat 1 jiwa manusia dan rakyat saja hilang dan menjadi korban maka sektor itu dianggap gagal.
Demikian pula dengan sektor pendidikan yang tertera dalam konstitusi kita. Satu warga dan anak bangsa putus sekolah maka perlu dipertanyakan kredibilitas daerah itu dalam melayani masyarakatnya. Apalagi UU Pelayanan Publik telah dilahirkan sebagai bentuk memberikan rasa nyaman dan aman bagi warga masyarakat dalam berkehidupan.
Perkebunan Lada di Toboali, Bangka Selatan (dok. Pribadi)
Keberhasilan suatu daerah bukan diukur dari parameter berapa megah gedung perkantoran. Kesuksesan sebuah daerah bukan hanya diukur dari banyak kendaraan flat merah yang hilir mudik mengasapi warga lewat knalpot mobilnya yang anggarannya diperoleh ari rakyat. Namun kesuksesan dan keberhasilan daerah dapat dipandang ketika masyarakat sehat dan mendapat pendidikan yang pantas sebagaimana amanat Konstitusi.
Tak pelak kebelumberhasilan Bangka Selatan dalam dua sektor ini membuat IPM (indek Pembangunan Manusia) yang menjadikan tolak ukur prestasi sebuah daerah otonom kalah dengan daerah lainnya di Provinsi Bangka Belitung.
Untuk melahirkan pelayan publik yang maknyus dan sukses tentunya perlu didukng infrastruktur birokrat yang kuat, berwibawa dan mampu memartabatkan jabatan sebagai pamong praja dan pelayan masyarakat.
Selama kurun waktu 12 tahun ini sektor birokrasi menjadi sektor yang paling sering mendapatkan kritikan dari anggota masyarakat. Kepala daerah dengan kewenanganya kadangkala melalaikan asas kompetensi dalam menempatkan birokrat dalam jabatan.
Tak heran birokrat yang diamanah jabatan yang bukan bidangnya kadangkala kerepotan menyesuaikan diri dengan jabatan yang diamanahkan kepadanya. Dan proses belajar pun perlu waktu. Sementara proses pelayanan kepada masyarakat tak boleh terhenti.
Akibat ketidakakuratan dalam menempatkan birokrat dalam jabatan, membuat birokrat harus bertentangan dengan hukum yang mengakibatkan mareka harus menerima konsekwensi hukum. Dan yang menjadi persoalan adalah kenapa birokrat tidak memberikan apologi, alasan dan argumentasi ketika jabatan yang diamanahkan Kepala Daerah kepada birokrat tak sesuai dengan kompetensi dan pengalaman kerjanya. Dan ini memang menjadi ciri khas birokrat akan jabatan.