Perempuan itu nampak sedang memadamkan rembulan. Tangannya memegang siang. Sorot matanya kelabu. Mengalahkan langit yang sedang biru.
Perempuan itu menolak malam. Dia adalah dinihari. Penghuni dari kerajaan sunyi.
Perempuan itu menghela matahari. Bahunya seletih nyala api. Di saat tungku telah nyaris mati.
Kepada gerimis, perempuan itu mengadukan kemarau yang membuatnya tak bisa menanam bunga. Katanya; halaman rumahku berduka.
Kepada pagi, perempuan itu berbincang tentang senja. Ujarnya; hatiku berada di wilayah sandyakala.
Kepada dirinya, perempuan itu menatap sepasang mata. Menyaksikan kesepian menetap di sana.
Bogor, 20 September 2020
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H