Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Ingin

27 Juli 2020   06:39 Diperbarui: 27 Juli 2020   06:58 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bait-bait puisi yang pernah kujanjikan padamu, sedang tenggelam di selasar kegelapan paling malam. Aku terlalu lama mendiami pagi yang lebih buta dari lorong-lorong tanpa cahaya. Padahal aku tidak sedang menawan matahari di hati. Aku hanya tersesat di labirin sunyi. Tanpa mimpi.

Aku ingin menyadur kegaduhan. Yang dulu pernah dinyalakan oleh api. Dari tungku yang tak pernah mati.

Aku ingin menyitir keramaian. Yang dulu pernah disulut dinihari. Dari rembulan yang terpenggal. Hingga purnama yang menyesaki tanggal.

Aku ingin berada, di langkan kota. Lalu menyusur setiap gang sempit. Untuk menyaksikan cuaca saling berhimpit.

Aku ingin menyapa, seribu desa. Lalu menyisir setiap pematang sawahnya. Untuk menemukan, sebuah dangau yang sempurna. Tempatku menulisi senja, yang dihujani oleh kata-kata.

Aku ingin, mengendarai palagan kurusetra. Agar bisa merangkai kedahsyatan Mahabarata. Di kepala.  

Aku ingin, menjadi istana Alengka. Agar dapat berkisah tentang cinta tak ada duanya. Di kedalaman rongga dada.

Aku hanya tidak ingin. Berhenti menjadi angin

Lalu mati, dalam dingin

Bogor, 27 Juli 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun