Helsinki, 60° 10′ 15″ N, 24° 56′ 15″ E
Haartman Hospital
Akiko merasa dirinya sedang berada di hutan Aokigahara yang kelam. Dia merasa dikelilingi pepohonan hitam yang mengeluarkan hawa dingin tak terkira. Tubuhnya menggigil. Tapi dia adalah anak Histoshi Nakamura. Tokoh Yakuza paling terkenal di zamannya. Dia tidak takut. Meski saat ini dikepung oleh belasan samurai yang menggenggam Katana dengan dua tangan mereka. Bersiap menyerangnya.
Akiko bersiap. Katana buatan Masamune di tangannya bergetar. Siap meminum darah mereka yang jahat. Siap melindungi mereka yang teraniaya. Gerombolan samurai itu menerjang ke arah Akiko dengan jerit-jerit peperangan. Akiko tak mau kalah. Dia mengeluarkan jeritan perang paling heroik yang pernah diteriakkan seorang samurai perempuan.
Telapak tangan kasar menggenggam tangannya yang bergetar-getar. Terasa seperti aliran listrik yang mengejutkan kesadarannya. Akiko membuka mata. Merasakan rasa sakit di bahunya. Merasakan sepasang mata dingin menatapnya dengan hangat. Andalas!
Akiko membuka mata selebar-lebarnya. Kegelapan hutan Aokigahara telah menghilang. Digantikan tatapan lembut dari mata sedingin es di depannya. Di sebelahnya sepasang mata sembab dan kurang tidur terlihat berseri-seri melihatnya terjaga dari koma.
Cecilia memeluk Akiko dengan rasa haru dan bahagia yang tak terkatakan. Airmata dokter dari Inggris itu membasahi pakaian rumah sakit yang dikenakan Akiko.
”Kau mengorbankan dirimu untuk menyelamatkanku Akiko. Terimakasih untukmu dan terimakasih untuk Tuhan karena telah memberimu kesempatan lagi,” bisikan itu keluar dari bibir Cecilia yang terus saja meneteskan airmata bahagia. Akiko tersenyum tipis. Dia menunggu Andalas mengeluarkan kata-kata juga. Dia ingin mendengarnya. Tapi yang didapatnya hanya genggaman erat di tangan dan sebuah senyuman samar. Akiko terkekeh dalam hati. Bagaimana bisa dia berharap seorang pembunuh kelas wahid di dunia berlaku romantis kepadanya.
Cecilia kemudian bercerita. Ledakan bom itu berasal dari bungkusan sampah yang dilempar oleh perempuan dengan tindik di hidung. Bom berdaya ledak rendah namun cukup mematikan dalam radius 10 meter dari ledakan.
Akiko cukup beruntung meskipun mengalami luka yang cukup parah dan membuatnya koma selama 2 hari. Pria dengan koran menutupi wajah di hadapan mereka tewas di tempat saat itu juga.
Perempuan itu kabur dari bandara melewati garbarata. Andalas sedang melacaknya.
”Perempuan itu sangat berbahaya. Namanya Helda Kilstorm. Julukannya Pembunuh dari Baltik. Aku sama sekali tidak melihat ada kaitan dengan Organisasi. Sepertinya dia dibayar orang lain lagi untuk membunuh kalian.”