Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Serum - Bab 8

15 April 2020   07:05 Diperbarui: 15 April 2020   07:09 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab 7

Sungai Zaire, 0.600 S, 17.770 E
Perahu Survey

Fabumi berusaha keras mengendalikan kemudi perahu motor kecil ini. Tubuhnya sedang menggigil kedinginan. Di depan, Dokter Cecilia terlihat menutupi muka. Benar-benar sedih atas apa yang terjadi di camp Golden Logging Timber Company. Itu pembantaian! Dokter Cecilia mengusap setitik kecil airmata yang melompat dari ujung matanya.

Dokter wanita yang tangguh ini meraih gawai di saku bajunya. Biasanya di sungai besar ini ada tempat-tempat yang tercakup oleh jaringan seluler. Ah syukurlah ada!

"Marc....terjadi kekacauan. Bisakah aku meminta tolong?"

Terdengar suara gemerisik di ujung telpon. Sinyal tidak stabil. Dokter Cecilia memberi isyarat kepada Fabumi agar meminggirkan perahunya dan berhenti. Fabumi mengiyakan. Dia sudah hampir tidak kuat lagi. Dia perlu istirahat.

Setelah mengikat perahu pada akar pohon besar di pinggir sungai, Fabumi merebahkan dirinya di perahu. Meringkuk kedinginan menahan demam yang makin menghebat.

Dokter Cecilia tidak memperhatikan. Dia sedang berkonsentrasi mencari sambungan telpon. Gawainya bergetar.

"Ah, oui Marc. Darurat maaf. Di camp kecil tempatku bekerja terjadi kekacauan besar," Dokter Cecilia menceritakan semua yang terjadi kepada Marc. Koleganya sesama dokter yang berada di Jenewa. Marc bekerja sebagai staf ahli WHO bagian mitigasi penyakit menular.

Di kantor WHO jenewa, di kantornya yang nyaman, Marc mengerutkan keningnya mendengar semua cerita Dokter Cecilia. Koleganya yang sangat pintar namun memutuskan untuk bekerja dalam hutan karena keinginannya sendiri. Menurut Cecilia, farmasi dan meja birokrasi adalah kejahatan yang paling rapi.

"Jadi gejalanya semua yang terjangkit sama seperti itu?"Marc memastikan kembali sambil membuka folder arsipnya. Ini dia, Daftar Penyakit Menular Paling Mematikan di Afrika. Marc menelusuri dengan matanya. Tidak ada satupun yang bergejala seperti yang diceritakan Cecilia.

"Aku sudah periksa di arsip WHO Cecil. Tidak ada satupun dalam daftar....Bisakah...?"terdengar teriakan Cecilia lalu sambungan sepertinya terputus. Marc tertegun. Cecilia tadi bercerita dia sedang dalam pelarian di Sungai Zaire. Sungai itu sangat berbahaya. Apakah...? Marc menghentikan dugaan mengerikan yang muncul di kepalanya.

Terdengar suara berkemorosokan dari gawai Cecilia. Marc mendengarkan....

Dokter Cecilia terpekik dan segera meletakkan gawainya karena perahu itu talinya terlepas dan hanyut terbawa arus sementara Fabumi terbaring diam tak bergerak. Dihampirinya lelaki pertengahan baya yang menghabiskan nyaris seluruh hidupnya di hutan itu dengan niat membangunkannya.

Fabumi sama sekali tidak bergerak bahkan ketika Dokter Cecilia mengguncang tangannya. Oh my God! Tangannya dingin sekali!

Dokter Cecilia meraba nadi Fabumi. Masih berdetak. Kemudian lehernya. Ya ampuun! Kepalanya panas sekali!

Dokter Cecilia mengambil inisiatif mendayung perahu sebisanya ke pinggir karena perahu sudah mulai hanyut ke tengah sungai raksasa itu. Tentu saja tenaganya tidak bisa mengimbangi arus sungai yang cukup deras dari Sungai Zaire.

Di tengah keputusasaan karena selalu gagal mendayung perahu ke pinggir, perahu mendadak bergetar. Mesinnya menyala. Dokter Cecilia menengok ke belakang dan melihat Fabumi duduk sambil mengemudikan perahu. What!

Fabumi tersenyum samar di bawah cahaya rembulan yang mulai pudar.

"Tenang dokter. Aku sudah pulih!"teriakannya ditelan deru suara mesin dan arus bergemuruh Sungai Zaire.

Dokter Cecilia menggeser duduknya mendekati Fabumi.

"Kamu tadi ikut tertular?"Dokter Cecilia bertanya ragu-ragu.

Fabumi tidak menjawab. Lelaki itu hanya menyingsingkan lengan baju dan memperlihatkan luka kecil di pangkal lengannya dan mengangguk.

"Sefu!"jawabnya tegas.

Dokter Cecilia tertegun. Berarti tadi adalah gejala infeksi. Tapi kenapa sekarang kelihatannya Fabumi baik-baik saja. Apakah ini penyimpangan gejala?

"Kamu benar baik-baik saja Fabumi?" Dokter Cecilia mencoba memastikan dengan menyorotkan flash light dari gawainya ke mata Fabumi. Normal. Mukanya tidak pucat. Dan mulutnya tidak berbusa sedikitpun. Fabumi benar-benar baik-baik saja.

Fabumi tersenyum. Kali ini cukup lebar dan sama sekali tidak samar.

"Aku baik-baik saja Dokter. Tadi aku sempat kesakitan hebat. Tubuhku menggigil, mataku berkunang-kunang, dan kerongkonganku terasa sangat kering. Aku sempat tertidur dan merasa ajalku sudah dekat. Tapi setelah itu aku membaik begitu saja dan melihatmu kepayahan mendayung perahu."

Dokter Cecilia mendekatkan sinar gawainya pada lengan Fabumi yang terluka. Tidak ada yang aneh. Terlihat seperti luka biasa.

Serasa ada sebuah kilatan cahaya memasuki pikiran Dokter Cecilia. Tapi dia mencoba meredamnya dengan memastikan lagi sebuah pertanyaan.

"Sefu, kalian, apa yang dilakukan Sefu terhadapmu Fabumi?"

"Kami bergumul saat dia mencoba menyerangku. Aku mempertahankan diri dengan mendorong tubuhnya tapi Sefu sempat mencakar lenganku. Begitu kejadiannya Dokter."

Dokter Cecilia menghela nafas panjang. Lega. Fabumi adalah penyintas. Sudah jelas. Lelaki Swahili ini akan menjadi kunci jika sampai terjadi wabah bakteri unknown itu.

Di kantor WHO Jenewa, Marc meraih telepon mejanya dan menghubungi seseorang yang sedari tadi terlintas dalam pikirannya setelah mengikuti semua kejadian di gawainya yang terhubung sedari tadi dengan gawai Cecilia.

"Pierre, bersiaplah. Perusahaan farmasimu akan mendapatkan order serum secara besar-besaran. Kita bicarakan nanti di Paris. Aku akan menemuimu besok pagi."

Bogor, 12 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun