Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pengalaman Menulis Novel Tanpa Kerangka

29 Februari 2020   09:56 Diperbarui: 29 Februari 2020   10:01 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entahlah. Mungkin karena malas atau sekedar keras kepala. Saya menulis beberapa novel yang jumlah halamannya tidak fantastis namun juga tidak terlalu tipis, antara 200-400 halaman, tidak memakai kerangka sama sekali.

Saya sebenarnya ingin mentertawakan diri sendiri. Terutama setelah 2 novel terakhir sempat berjeda lebih dari 8 bulan. Bayangkan, saya harus mengerahkan ingatan terhadap alur cerita, penokohan, dan detail-detail yang cukup mengerikan. Pilihannya antara mentertawakan kebodohan, atau kebanggaan konyol terhadap keyakinan.

Sebagian orang pasti menganggap saya bodoh dan kurang kerjaan karena kembali harus membaca ulang sedari bab awal. Sebagiannya lagi akan menganggap saya sebagai penulis jumawa yang terlalu yakin dengan prinsip konyolnya. Hahaha.

Tapi terus terang, saya menyukai fase ini. Semenjak awal saya memang tidak menuliskan kerangka satupun untuk novel-novel yang saya tulis. Kebetulan pada 3 novel pertama saya menulisnya tanpa kesulitan. 8 bulan berturut-turut tanpa jeda seharipun. Sehingga sequence memori saya tidak terputus. Kebetulan yang kedua, 3 novel itu adalah bagian dari novel tetralogi. Karena tidak pernah terjeda, maka alur cerita dan segala detailnya tidak ada yang terlewatkan.

Akan tetapi begitu memasuki buku terakhir dari novel tetralogi tersebut, saya memasuki masa senggang berbulan-bulan. Ditambah 1 novel lagi yang saya tulis bergantian dengan buku terakhir tetralogi, juga memasuki jeda yang sama.

Begitu adrenalin kembali terkumpul setelah 8 bulan yang hanya saya isi dengan berondongan puisi dan kumpulan cerpen, saya berniat untuk menyelesaikan 2 novel yang tertunda. Pada mulanya, saya tentu saja harus membuka kembali ruang-ruang ingatan yang telah berganti begitu banyak folder dan laci. Tapi saya tidak boleh berhenti.

Apa yang saya lakukan dengan tidak menuliskan kerangka ternyata punya hikmah yang luar biasa besar. Karena harus membaca ulang agar tidak kehilangan konsistensi, saya sekaligus bisa melakukan proofreading secara simultan. Sebab membaca ulang ternyata tidak cukup sekali untuk kembali tune in ke dalam cerita.

Fiuuuhh! Sungguh menyenangkan!

Alasan Saya tidak Membuat Kerangka

Sederhana saja. Saya membiarkan otak saya bergerak bebas kemana saja. Saya tidak ingin membatasi imajinasi dengan membuat koridor sempit yang dinamakan kerangka. Bagi saya kerangka adalah regularity yang membatasi. Sebuah norma penulisan yang justru membuat kita terjebak dalam tempurung sempit dan ketakutan saat melihat dunia luar.

Kerangka adalah rencana. Novel adalah kisah imajinatif yang penuh dengan daya khayal. Sebuah daya khayal sama sekali tidak bisa direncanakan. Kecuali jika itu jurnal ilmiah, paper, atau ensiklopedia, maka kerangka sama saja dengan nyawa.

Lantas bagaimana jika seandainya hal yang sama berulang lagi di kemudian hari? Saya harus menyediakan waktu yang mewah untuk mengulang membaca kembali? Kebetulan lagi, saya sedang menulis 2 novel dengan nafas genre yang berbeda. Juga tanpa kerangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun