Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Wijaya Kusuma

1 Februari 2020   23:07 Diperbarui: 1 Februari 2020   23:13 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tentang Wijaya Kusuma
setangkai bunga
yang mekar
di pelataran rembulan

Aku melihatnya
dari sudut sempit langit
yang disembunyikan
oleh pucuk cemara, dan pokok kamboja
karena itu bunga satu-satunya
yang berani berjanji
hanya mekar, di penghujung sunyi

Bunga ini, adalah bagian dari
romantisme dan mitologi
ketika serpihan cinta bersenyawa
dengan dinihari yang sempurna
bersama kebesaran hikayat
dari kalimat yang tertulis
di buku-buku yang melankolis
tentang dewa yang menggenggam cakra
demi keutuhan dunia

Ini adalah bagian dari malam
yang berbicara terbata-bata
melalui udara
yang bergerak lambat, mencari alamat
dari rahim mana sesungguhnya
Wijaya Kusuma dilahirkan,
apakah dari ibunda yang kehilangan kata-kata
atau dari adinda yang cintanya
kehabisan tanda baca

Bogor, 1 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun