Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Drama Epik dengan Skenario Pelik

24 Januari 2020   19:26 Diperbarui: 24 Januari 2020   19:30 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabut tebal
yang mengaku dirinya adalah iris mata
dari senja yang terlahir istimewa
turun perlahan
di kaki bukit yang kesepian

Matahari yang tinggal setipis kulit ari
tenggelam di sudut langit
yang tersenyum rapuh
menyaksikan sisa-sisa hujan habis runtuh
dan kini tertinggal
dalam sejarah satu hari lagi yang tanggal

Cemara di sudut halaman
menjatuhkan sekian ruas ibu jari
dari daunnya yang berujung duri
ke tanah yang mendingin
ditimpa kebasnya udara
yang anginnya bermatian

Serumpun bunga
entah namanya apa
menundukkan tangkainya yang melayu
bersimpuh di hadapan masa lalu
ketika dirinya masih berupa benangsari
menunggu lebah dan kupu-kupu
membawakannya putik yang jatuh hati

Dalam rangkaian kisah drama epik
saat skenarionya ditulis dengan begitu pelik

Bogor, 24 Januari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun