Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menara Saidah

22 Januari 2020   02:00 Diperbarui: 22 Januari 2020   02:04 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto via indozone.id

Tentu saja Mang Umang gembira. Malam ini rejekinya melimpah. Hatinya sudah tenang setelah tadi memasuki halaman gedung dan lobi. Semuanya nampak normal dan baik-baik saja. Tidak ada satupun hal menakutkan seperti yang dibayangkannya sedari tadi.

Dilihatnya persediaan nasi dan mie. Hampir habis. Barangkali tinggal 2 piring nasi goreng dan 3 piring mie. Mang Umang memutuskan tetap lanjut ke Pancoran. Ada 3 orang pelanggan setia yang setiap malam selalu membeli dagangannya di sana. Mereka pekerja kasar yang membutuhkan makanan dalam jumlah banyak dengan harga miring.

Mang Umang selalu mengistimewakan mereka. Kasihan. Bekerja berat hingga larut malam dan tentu butuh sekali asupan makanan. Selain tentu juga karena mereka sekampung dengannya dari Garut.

Sambil sesekali minum minuman kaleng pemberian perempuan tadi, serta menghabiskan rotinya yang luar biasa enak, Mang Umang terus mendorong gerobaknya menuju tempat mangkal biasanya. Tubuhnya yang lumayan lelah karena melayani pesanan banyak orang semenjak dari depan gang rumahnya, terasa sangat segar dan ringan.

Beginilah efek minuman dan roti mahal ke tubuh. Energinya bertambah berkali lipat. Mang Umang tersenyum kecut.

Dari kejauhan, Mang Umang bisa melihat ketiga orang pelanggannya berdiri di trotoar sambil celingak-celinguk ke sana kemari. Terlihat satu orang di antara mereka memegangi perutnya. Mereka menunggunya. Dalam keadaan lapar. Kasihan.

"Nasi goreng tinggal 2 piring yeuh Jang, Nggak apa-apa yah? Satu orang lagi mie goreng nya?" Mang Umang menegur ketiga orang yang masih celingukan kesana kemari meski dia sudah ada di depan mereka.

"Kemana sih Mang Umang ya? Perutku perih nih!" Salah seorang mengeluh pendek. Tetap sambil memegangi perutnya.

"Apa gak jualan ya? Tapi ini kan malam Rabu? Biasanya Mang Umang hanya gak jualan malam Senin," yang lain menukas sambil ikut memegangi perut.

Mang Umang melotot nyaris marah. Tiga orang pelanggannya ini apa tidak melihat dia sudah ada di hadapan mereka sambil mendorong gerobak segede gaban begini?

Dilepaskannya tangan dari gerobak untuk bertolak pinggang sambil bersiap menyemprot ketiga orang tidak sopan yang selama ini telah diistimewakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun