"Oh baik Neng. Pedes?"
Perempuan cantik itu menggeleng.
"Antar ke lobi ya Mang. Saya tunggu di sana," sambil menyodorkan uang seratusan ribu baru, perempuan itu berlalu. Hidung Mang Umang menangkap semerbak wangi kembang. Perempuan di kota memang wangi-wangi, pikir Mang Umang lugu.
Mang Umang tersentak ke belakang. Kaget bukan kepalang. Pundaknya disentuh dari belakang dengan halus.
"Mie goreng 3 porsi ya Mang? Pedes semua. Antar ke pos ya?"
Seorang laki-laki berbaju security dengan air muka dingin mengangsurkan uang seratusan ribu lalu berlalu dari hadapan Mang Umang tanpa mengindahkan tatapan Mang Umang yang terheran-heran. Darimana gerangan orang-orang ini?
Ditatapnya uang seratusan baru itu dengan sedikit curiga. Tapi dilepaskannya keraguan dengan segera. Ini rejeki, kenapa harus dipelototi?
Mang Umang dengan tekun memenuhi semua pesanan. Setelah perempuan cantik dan security tadi, masih ada beberapa orang lagi yang memesan nasi dan mie goreng. Semuanya minta diantar ke kantor gedung yang terang benderang.
Dalam hati Mang Umang membatin. Mungkin ini gedung baru dan mereka sedang lembur semua.
Beberapa kali Mang Umang bolak-balik mengantar pesanan ke dalam. Semuanya membayar dengan uang seratusan dan tidak meminta uang kembalian. Ambil saja, begitu kata mereka.
Bahkan perempuan cantik beraroma wangi tadi memberinya minuman dan roti. Mang Umang tidak menolak. Apalagi minuman kaleng dan roti itu terlihat sangat enak.