Ketiga porter yang dipimpin oleh seorang pria paruh baya berbadan kurus tinggi bernama Mang Ujang terus bergerak ke arah utara. Kejadian raibnya dua rekan mereka dan seorang anggota tim ekspedisi tentu mengejutkan bagi orang-orang lugu itu. Kampung mereka di sekitar hutan memang penuh dengan segala cerita, mitos dan legenda. Namun baru kali inilah mereka mengalaminya secara langsung. Dan itu tentu sangat mengerikan bagi mereka.
Mang Ujang dan kedua rekannya adalah orang-orang tua yang sangat berpengalaman keluar masuk hutan karena pekerjaan mereka memang tidak jauh-jauh dari mengembarai hutan. Mencari kayu bakar, mengunduh madu, dan mengumpulkan tumbuhan obat. Oleh karena itu mereka paham mengenai seluk beluk hutan dan juga menelusuri jejak.
Hingga setengah harian Mang Ujang dan kawan-kawan mencoba mencari tanda-tanda keberadaan kedua rekan mereka dan juga Dara. Mang Ujang sangat yakin tidak ada binatang buas pemangsa di hutan ini. Namun Mang Ujang juga mempercayai bahwa hutan ini banyak menyimpan rahasia-rahasia gaib yang sangat kuno dan sakral.
Pencarian mereka sampai ke sebuah telaga yang sebelumnya tidak mereka lewati saat perjalanan menuju ke situs candi. Telaga yang tidak terlalu luas dengan air berwarna kebiruan itu sangat tenang. Tapi Mang Ujang punya pendapat lain mengenai ketenangan telaga itu.
"Cep, cobi tingali, aya anu araraneh situ teh nya?" Mang Ujang bertanya kepada salah satu rekannya yang bernama Pak Acep menggunakan bahasa Sunda yang kurang lebih artinya ada yang aneh di telaga ini bukan?
Pak Acep tidak menjawab. Orang tua kecil pendek dengan janggut putih itu memandangi telaga dengan penuh selidik.
"Muhun Akang, situ iye aya anu nungguan," tak lama kemudian Pak Acep menjawab pertanyaan Mang Ujang. Artinya benar Akang, telaga ini memang ada penunggunya.
Mang Ujang manggut-manggut percaya. Di antara mereka berlima yang berangkat, Pak Acep lah yang mempunyai penglihatan lebih terhadap dunia atau dimensi lain. Mang Ujang sendiri juga punya kelebihan yang sama, hanya saja level sensitivitasnya masih jauh di bawah Pak Acep.
Mang Ujang, atas saran Pak Acep, mengitari telaga yang tidak terlalu luas itu beserta satu rekannya lagi yang bernama Kang Maman. Sedangkan Pak Acep sengaja tinggal untuk mencoba mengetahui lebih lanjut mengenai telaga itu melalui mata batinnya. Dia perlu bersamadi.
-----