Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Cinta Abadi Air dan Api

14 April 2019   05:45 Diperbarui: 14 April 2019   06:11 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panglima Kelelawar menaksir.  Istana Barat memperketat penjagaan dari semua sisi.  Maharaja sendiri yang datang.  Tentu mereka tidak boleh lengah. Permusuhan Istana Barat dan Timur memang tidak terlihat di permukaan.  Tapi itu seperti api dalam sekam.  Suatu ketika pasti meledak menjadi nyala api yang luar biasa besar.  Dan sepertinya besok adalah hari dimana semuanya mulai menyala.

Panglima Kelelawar hanya sedikit mengkhawatirkan keamanan benteng Bantar Muncang yang baru saja direbutnya.  Raja ini memang meninggalkan penjagaan kuat dengan dipimpin para hulubalang tangguhnya yang tersisa.  Tapi tetap saja kekhawatiran itu tertinggal di hatinya.  

Besok, begitu perang dimulai, dia akan mengerahkan kekuatan yang dibawanya untuk cepat-cepat menghabisi orang-orang Majapahit.  Setelah itu dia bersama Panglima Amranutta harus buru-buru kembali ke Bantar Muncang.  Biarlah Raja Iblis Nusakambangan dan Nini Cucara saja yang tinggal membantu Putri Anjani jika peperangan terjadi berlarut-larut.

Sekarang saatnya mengatur strategi.  Pagi ini dia akan menemui Putri Anjani.  Perayaan peringatan adalah esok hari.  Pasti putri yang lihai dan licik itu sudah mengatur sekian banyak rencana.

Dia akan pergi seorang diri.  Hutan ini daerah paling aman untuk melancarkan serangan.  Tidak terlalu jauh dari Istana Timur.  Serangan kejutan yang mematikan.

Setelah berunding sejenak dengan para pembantunya.  Panglima Kelelawar menggerakkan tubuhnya menuju Istana Timur.  Raja Lawa Agung ini sangat sakti.  Ilmunya luar biasa tinggi.  Ilmu meringankan tubuhnya sudah sempurna.  Jadi dia sama sekali tidak cemas akan terlihat orang saat bertandang ke dalam istana. 

Tubuhnya yang tinggi besar tidak menghalangi gerakannya yang seperti bayangan.  Menyelinap seperti kabut.  Melompati pagar benteng istana yang hampir setinggi pohon kelapa.  Panglima Kelelawar berhenti sejenak di ujung atap.  Telinganya yang terlatih menangkap pembicaraan beberapa prajurit yang sedang berpatroli.

"Aku tidak mengerti sama sekali.  Besok adalah perayaan besar-besaran hari peringatan Istana Timur.  Tapi gudang-gudang senjata diperintahkan untuk dikosongkan.  Semua prajurit lengkap dipersenjatai.  Disuruh bersembunyi.  Apakah kita akan berperang kisanak?"

"Aku mendengarnya juga seperti itu kakang. Kita semua sedang siaga perang.  Besok pada saatnya kita akan diberitahu."

Panglima Kelelawar tercekat! Begitu buruknya kah jalur komando pasukan Istana Timur ini?  Sampai-sampai prajurit di garda terdepan saja masih mempertanyakan perintah.  Wah, ini gawat!  Sekutu yang ini tidak bisa diandalkan.  Dimana Putri Anjani ya?

Panglima sakti ini kembali menyelinap dan bergerak lincah dari atap ke atap.  Sebelum akhirnya matanya menangkap gerakan lain yang tidak kalah gesitnya di ujung atap istana sebelah sana.  Panglima Kelelawar menajamkan penglihatannya.  Tapi bayangan itu seperti kilat sudah lenyap.  Hmmm, orangg berilmu sangat tinggi.  Desis Panglima Kelelawar.  Kalau dia berada di pihak mereka itu keuntungan, tapi kalau di pihak musuh maka akan menjadi lawan yang berat.  Rasanya aku pernah mengenal sosok itu, pikir Panglima Kelelawar menduga-duga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun