Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Cinta Abadi Air dan Api

14 April 2019   05:45 Diperbarui: 14 April 2019   06:11 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena tidak menemukan apa yang dicarinya dalam benak, Panglima ini memutuskan untuk membuntuti.  Tubuhnya berkelebat lenyap ke arah bayangan yang dilihatnya menghilang di bangunan belakang.  Bangunan itu mempunyai cerobong asap besar.  Pasti itu dapur istana.  Orang itu tadi pasti menyelinap di sana.  Banyak tempat untuk bersembunyi di dapur istana.  Termasuk jika harus menyaru sebagai pelayan atau tukang masak.

Panglima Kelelawar melayang turun.  Ini tempat mencuci segala perabotan.  Sepi.  Tapi tak lama didengarnya langkah-langkah kaki.  Seorang pelayan datang membawa tumpukan cawan kotor untuk dicuci.  Tanpa ba bi bu Panglima Kelelawar menotok leher pelayan yang langsung saja pingsan.  

Dibawanya tubuh lemas itu ke sebuah ruangan tempat penyimpanan barang-barang yang sudah tidak terpakai.

Bergegas Raja Lawa Agung ini mengenakan baju luar si pelayan.  Diikatnya tubuh si pelayan ke kaki meja besar dan disumpalnya mulut pelayan itu menggunakan kain.  Pelayan itu akan pingsan setengah harian.

Panglima Kelelawar berjalan menuju ruangan dapur istana.  Ruangan itu sangat besar.  Perlengkapan memasak memenuhi ruangan.  Di sebelahnya terdapat ruangan yang lebih besar lagi.  Tungku-tungku tempat memasak berjajar di situ.  Kerumunan orang terlihat ramai.  Ada yang hilir mudik membawa kayu api.  Ada yang mengaduk makanan berkuah di sebuah panci keramik yang besar.  Ada juga beberapa penjaga di setiap sudut ruangan dan pintu.

Tidak ada yang mencurigai ketika Raja Lawa Agung ini berpura-pura sibuk dengan menenteng seikat kayu api.  Memberikannya kepada petugas tungku lalu berlalu lagi untuk mengambil seikat lagi.

Sembari terus menyamar sebagai pembawa kayu api, mata Panglima Kelelawar terus mengawasi dan mendengarkan.  Dia ingin menilai keadaaan selengkap-lengkanya sebelum mengambil keputusan harus bagaimana.

Tujuannya memang menemui Putri Anjani.  Tapi jika ternyata keadaan sangat tidak menguntungkan, dia akan menundanya.  Paling penting besok dia akan memerintahkan semua anak buahnya bersiap menyerang jika terjadi perang.  Dia hanya ingin menunjukkan kepada persekutuan mengenai andilnya dalam perang ini.  Selanjutnya dia akan menagih hal yang sama saat berperang dengan Galuh Pakuan nanti.

Ada satu hal yang menarik perhatian Panglima Kelelawar.  Orang-orang yang bertugas di dapur ini terlihat begitu kikuk dalam melaksanakan tugas memasak.  Memang ada beberapa orang yang terlihat ahli masak.  Tapi yang lainnya sama sekali tidak.  Termasuk juga para tukang cuci, tukang kayu api dan tukang tungku.  Semua nampak tidak biasa melakukan pekerjaannya.  Canggung.

Mata Panglima Kelelawar yang tajam akhirnya menyadari.  Sebagian besar orang-orang di dapur ini bukan orang-orang biasa.  Langkah kaki mereka begitu ringan.  Gerak-geriknya sangat cekatan.  Hmm, mereka ini orang-orang dunia persilatan.

Pantas saja tidak yang mencurigainya.  Mungkin dipikir dia termasuk salah satu dari mereka yang ditugaskan untuk menyamar.  Panglima Kelelawar yakin ini semua strategi dari Putri Anjani.  Memang cerdik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun