Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Cinta Abadi Air dan Api

14 April 2019   05:45 Diperbarui: 14 April 2019   06:11 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali sudut mata Panglima Kelelawar melihat bayangan orang sakti yang tadi sempat dilihatnya berkelebatan di atap istana.  Juga berpakaian pelayan.  Kalau melihat dari seragamnya bukan pelayan dapur.  Tapi peladen.  Raja sakti ini meremas ujung kayu perlahan.  Serpihan kayu tajam itu disentilnya menggunakan tenaga dalam.  Menyambar punggung orang yang dicurigainya. 

Orang itu tidak berusaha menghindar.  Sedikit mengibas ujung lengan.  Pecahan kayu itu pecah berantakan menjadi debu.  Orang-orang tidak menyadari bahwa ada sebuah pertarungan sedang berlangsung di dapur.  Pertarungan tingkat tinggi dan hanya tokoh-tokoh dengan kemampuan tingkat tertentu saja yang sanggup melakukannya.

Panglima Kelelawar hanya tersenyum.  Dia tahu orang itu memang lihai.  Tapi tak disangkanya setinggi itu.  Raja ini penasaran.  Tapi dia tidak ingin mencari permusuhan yang tidak perlu.  Lawa Agung banyak memerlukan bantuan orang-orang sakti.  Siapa tahu orang ini bisa diajaknya bekerja sama.

Panglima Kelelawar berjalan cepat menghampiri orang itu.  Dia ingin melihat mukanya dengan jelas.  Orang itu berjalan menjauh.  Panglima Kelelawar mempercepat langkahnya.  Orang itu berbuat sama.  Masuk ke ruangan depan dapur yaitu ruangan persiapan saji.  Raja Lawa Agung ini mengibaskan lengannya ke depan.  Selarik angin menderu mengarah kedua kaki orang misterius itu.

Orang itu menggerakkan tubuhnya ke samping.  Melesat melewati pintu yang terbuka dan menghilang dengan cepat.  Panglima Kelelawar mengurungkan niatnya untuk mengejar.  Penyamarannya bisa terbuka.  Orang-orang di situ juga sudah mulai keheranan terhadap apa yang dilakukan oleh Panglima Kelelawar dan orang misterius itu.

Panglima Kelelawar masih sempat melihat muka orang itu sekilas.  Hatinya tercekat.  Ini adalah musuh berat.  Orang yang dulu sanggup mengalahkannya.  Pemuda tengil yang pernah melukainya di Perang Bubat.  Gawat.

Jangan-jangan kehadiran pemuda itu untuk memata-matai Istana Timur.  Bukankah dia dekat dengan orang-orang Galuh Pakuan? Dia harus cepat menemui Putri Anjani.

Panglima Kelelawar melepaskan baju penyamaran.  Menuju ruang depan istana tanpa basa basi lagi.  Seorang penjaga mencegatnya di depan balairung. 

"Berhenti! Kisanak siapa?  Dilarang mendekati wilayah ini kecuali orang-orang dalam atau tamu kehormatan." 

Panglima Kelelawar mengibaskan lengan.  Penjaga itu terpelanting keras. 

Suara ribut-ribut itu menarik perhatian para penjaga lainnya.  Beberapa orang berlari mendatangi.  Bersiap menyerang tamu yang tak dikenal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun