Tubuh gadis ini hampir terjatuh dengan keras jika Arya Dahana tidak segera menangkapnya dengan sigap. Â Pemuda ini cepat-cepat berkelebat menuju arah benteng sambil mengayunkan tangannya mengeluarkan pukulan Busur Berbintang ke arah Panglima Amrunutta yang sedang mendesak Bimala Calya dan Ardi Brata. Â Mendengar desiran pukulan luar biasa dingin mengarah dirinya, panglima kerajaan Laut Selatan ini melompat jauh ke belakang. Â
Kesempatan ini digunakan Arya Dahana untuk menyambar lengan Bimala Calya sambil memberi isyarat Ardi Brata agar mengikutinya.
Mereka berhasil melepaskan diri dan masuk ke dalam benteng yang sudah dibuka sedikit oleh penjaga atas perintah Panglima Baladewa yang sedari tadi menyaksikan pertempuran hebat itu. Â Bayangan-bayangan muda itu berkelebat masuk dan pintu benteng yang berat secepat kilat tertutup kembali. Â Panglima Kelelawar sendiri masih pening akibat benturan pukulan dahsyat tadi sehingga tidak berdaya untuk melakukan pengejaran.
Pertempuran telah berhenti sepenuhnya. Â Langit malam sudah mengeluarkan taringnya yang sangat gelap dan mengerikan. Â Tidak ada bulan malam ini. Â Pasukan gaib Dewi Mulia Ratri juga telah menghilang seluruhnya. Â Sebagian berhasil dihancurkan oleh Raja Iblis Kelelawar dan para pembantunya. Â Sebagian lagi diusir pergi menggunakan ilmu sihir Nini Cucara.
Kedua pihak kemudian saling berbenah pasukan. Â Para prajurit Lawa Agung kembali masuk dalam hutan. Â Para pemimpinnya termasuk sang raja dan para panglimanya kembali ke pantai untuk mengatur siasat keesokan harinya. Â Di sana tersedia tempat beristirahat yang sangat nyaman. Â Kapal-kapal besar pengangkut pasukan masih bersandar di sana.
Pasukan Galuh Pakuan juga berbenah diri. Â Setelah pasukan penyerang mengundurkan diri ke dalam hutan, mereka segera mengumpulkan yang cedera dan terluka untuk diobati. Â Tidak ada yang tewas. Â Ini berbeda dengan pasukan Lawa Agung yang kehilangan puluhan anggota pasukan karena terkena panah. Â Dan lebih banyak lagi akibat serangan brutal pasukan gaib Dewi Mulia Ratri.Â
Arya Dahana membawa Dewi Mulia Ratri yang tak sadarkan diri ke ruangan utama benteng. Â Bimala Calya mengikuti sambil tak henti-henti mencuri pandang ke wajah pemuda yang sangat dicintainya itu. Â Ardi Brata memandangi semua perhatian Bimala Calya yang tertuju sepenuhnya kepada Arya Dahana, dengan hati terluka. Â Dia mencintai gadis ini. Â Sudah pasti. Â Kepada Dewi Mulia Ratri dia sadar bahwa itu sebatas kekaguman saja. Â Namun Pendekar Pelajar ini diam saja. Â Bukan saat yang tepat untuk membuat kegaduhan atas dasar kecemburuan.
Setelah membaringkan tubuh lemas Dewi Mulia Ratri di pembaringan yang tersedia di ruangan, Arya Dahana memberi isyarat kepada para pelayan yang sudah siap berdiri di sana dengan baskom-baskom air panas dan dingin. Â Para pelayan dengan sigap mengerjakan tugasnya membersihkan tubuh Dewi Mulia Ratri sebelum tabib datang mengobati lukanya. Â Sementara itu yang lain telah meninggalkan ruangan kecuali Bimala Calya yang dengan setia ikut membantu membersihkan tubuh Dewi Mulia Ratri.
Begitu selesai dibersihkan, Dewi Mulia Ratri digendong oleh Bimala Calya dipindahkan ke dalam kamar di sebelah ruang pertemuan. Â Tabib benteng akan segera datang untuk mengobati. Â Arya Dahana ingin menanyakan sejauh apa sakit yang dirasakan oleh Dewi Mulia Ratri, namun gadis itu masih dalam keadaan pingsan. Â Arya Dahana tetap menunggu di luar kamar, siap untuk melemparkan pertanyaan serupa jika tabib sudah selesai mengobati gadis Sanggabuana itu.
Panglima Baladewa mempersilahkan semua untuk makan malam setelah masing-masing selesai membersihkan diri dari debu dan keringat pertempuran siang tadi. Â Arya Dahana tidak beranjak dari kursi di luar kamar Dewi Mulia Ratri. Â Pemuda itu duduk bersila memulihkan tenaga. Â
Benturan pukulan dengan Panglima Kelelawar tadi cukup mengguncang dadanya meski tidak sampai terluka. Â Pemuda ini hanya melirik sejenak lalu memejamkan mata lagi saat tabib benteng masuk kamar diiringi oleh beberapa pelayan wanita.
Bagaimana Arya Dahana tiba-tiba saja menerjunkan diri ke pertempuran Bantar Muncang? Â Bukankah pemuda ini sebelumnya bersama Putri Anjani hendak menuju Istana Timur? Â Bagaimana mereka bisa terpisah?