Panglima parobaya yang gagah ini masih berpikir keras saat didengarnya sorak sorai dari arah kumpulan pasukan Galuh Pakuan di atas benteng. Panglima Baladewa berlari cepat ke atas di pos intai. Â Nampak pasukan Lawa Agung di bawah kocar kacir tidak karuan. Â Pasukan itu diserbu oleh segerombolan makhluk-makhluk aneh yang mengerikan. Â Pasukan aneh itu terdiri dari bermacam-macam rupa makhluk gaib. Â Genderuwo, Banaspati, Kuntilanak, dan banyak lagi.
Raja Iblis Nusakambangan berpaling kepada Nini Cucara. Â Memberikan isyarat agar nenek sihir itu melakukan sesuatu. Â Jika tidak, pasukan akan semakin berantakan. Â Pasukan gaib itu menyerang dan membunuh secara sungguhan.Â
Nini Cucara dengan wajah sedikit memucat karena mengenal sihir itu, merapal mantra-mantra. Â Sihir laut selatan sifatnya berbeda dengan sihir Jawa daratan. Â Angin tiba-tiba berhenti berhembus. Kabut yang tadinya mencengkeram benteng berangsur bergeser ke arah tempat pertempuran antara pasukan Lawa Agung dan pasukan gaib.
Kabut itu berubah penampakannya. Â Jika tadi berwarna hitam gelap, sekarang berwarna putih terang dan menyilaukan. Â Kabut ini sanggup memusnahkan pasukan gaib atau jadi-jadian jika sampai tersentuh.Â
Namun rupanya sang pengundang pasukan gaib tidak tinggal diam. Â Sehamparan kabut yang serupa namun berpenampakan lebih gelap, perlahan lahan muncul di antara para pasukan gaib yang masih membunuhi pasukan Lawa Agung. Â Kabut yang diciptakan Nini Cucara tertahan oleh kabut gelap yang baru datang. Â Ajaib! Seperti terjadi sebuah pertempuran antara dua kabut itu. Â Saling desak dan saling dorong. Â Bahkan kabut gelap mendorong kabut menyilaukan sampai keluar dari gelanggang pertempuran.Â
Ini tanda bahwa Nini Cucara kalah tangguh dibandingkan lawan. Â Pasukan gaib itu masih ada dan leluasa menggempur pasukan Lawa Agung. Â Raja Iblis Nusakambangan menjadi geram bukan kepalang. Â Dia sendiri juga ahli sihir. Â Tapi tingkatnya belumlah setinggi Nini Cucara. Â Dia juga tidak mengetahui bagaimana cara memusnahkan pasukan gaib itu. Â Raja Iblis tinggi besar itu meneriakkan raungan panjang dan menerjunkan diri menyerang pasukan gaib musuh. Â Diikuti oleh Lima Kobra Benggala dan Tiga Hulubalang.Â
Pasukan gaib itu teralihkan perhatiannya. Â Mereka langsung saja mengepung para tokoh Lawa Agung dan menyerang dengan dahsyat. Â Jumlah pasukan gaib itu ratusan. Â Tidak semuanya menyerbu para tokoh Lawa Agung. Â Yang lain tetap menyerang habis habisan pasukan Lawa Agung.
Pasukan panah Galuh Pakuan tidak tinggal diam. Panglima Baladewa memerintahkan pasukan panah agar menghujani pasukan Lawa Agung dengan anak panah. Â Kali ini dengan anak panah berapi. Â Kontan saja ribuan pasukan Lawa Agung yang sebelumnya di atas angin, menjadi kocar kacir. Â Diserbu dari depan dan belakang dengan hebatnya.
Jika sampai sore nanti keadaan tetap begini, ribuan pasukan Lawa Agung ini dipastikan bisa hancur.  Tapi rupanya peruntungan Lawa Agung belum musnah.  Di saat matahari mulai  bergeser menjauhi sisi timur bumi, terdengar sorak sorai lain.  Bala bantuan dari Pulau Kabut datang.  Pasukannya tidak sebanyak pasukan yang pertama, namun dipimpin langsung oleh Panglima Kelelawar dan lelaki tua yang cara berjalannya melayang di atas tanah.Â
Lelaki itu sebenarnya adalah Panglima Kedua Kerajaan Gaib Laut Selatan, bernama Amranutta. Â Panglima yang menjadi andalan dari Ratu Laut Selatan. Â Kemampuannya masih di atas Raja Iblis Nusakambangan. Â Bahkan bisa dikatakan setara dengan Panglima Kelelawar sendiri.
Panglima Amranutta mengebutkan kedua lengan bajunya ke atas. Â Pasukan gaib yang tadinya berlomba-lomba membunuhi orang, mendadak berhenti. Tubuh-tubuh mereka kejang mematung. Â Serangan mereka terhenti. Â Pasukan Lawa Agung dengan leluasa menghantam pasukan gaib yang hanya diam tanpa bisa membalas serangan.Â