Di antara lamunan yang belum mendapatkan tempat yang tepat di ruang kepala yang telah begitu jemu, seorang perempuan membuka pintu dan jendela rumah begitu terdengar ketukan lirih pagi yang hendak bertamu.
Udara yang cukup dingin membalut kedatangannya yang berangin. Mengelus setiap ruangan dengan gigil yang enggan mendusin. Pagi tidak lagi buta. Hanya saja lupa membawa cahaya.
Perempuan itu memaksakan diri terjaga dari lamunannya yang porak poranda. Pagi telah tiba. Sebaiknya dia menghitung berapa jumlah anggrek bulan yang mekar di halaman. Pada bunga-bunga lah perempuan itu menitipkan pengharapan.
Dia menanamnya sepenuh cinta. Menyiraminya pula dengan airmata. Bukan karena putus asa. Namun memang begitulah adanya cinta. Selalu membawa serta airmata di belakangnya.
Jika bunga-bunga itu tidak membalasnya dengan wangi. Setidaknya dia tidak lagi terperangkap dalam mimpi. Membuka mata lebar-lebar menyingkirkan lamunan yang berjatuhan. Terbunuh oleh kedatangan pagi yang luruh berserakan.
Bogor, 10 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H