Udara seperti dicuci pagi ini|
Lenyapkan segala rasa yang membuat jiwa terasa ditelikung
Oleh kebohongan dan kekejaman dunia
Walaupun hati mencoba bersimpuh pasrah terhadap nasib.Â
Hujan turun tanpa memberi peringatan
Rintiknya kecil kecil namun menusuk urat nadi
Membawa kembali cerita yang dirobek robek ketidaktahuan
Kebodohan, kesombongan
Menjadi puluhan lembar kalimat penyesalan.
Bab IX
Padepokan Sanggabuana. Â Dewi Mulia Ratri duduk di halaman yang rumput rumputnya sedang mengering. Â Hatinya diliputi kegundahan yang teramat sangat. Â Ayahnya belum kembali ke padepokan sejak turun ke ibukota beberapa purnama yang lalu. Â Bahkan tidak ada satupun dari puluhan anggota padepokan yang ikut serta telah pulang kembali. Â
Ini aneh! Â Tidak biasanya ayahnya tidak mengirim berita ke padepokan jika lama meninggalkan padepokan. Â Hanya satu saja yang bisa menjadi penyebabnya. Â Suasana ibukota pasti gawat luar biasa!Â
Dewi Mulia Ratri tidak tahu bahwa ibukota sudah dikuasai secara pelan pelan oleh pasukan Garda Kujang Emas Elang. Â Dengan sangat liciknya, Pangeran Bunga mempengaruhi pemangku kerajaan untuk memberikan perintah kepada Panglima Candraloka agar mengirimkan Garda Kujang Emas Garuda ke pesisir selatan yang dipimpin sendiri oleh sang panglima. Â
Pemangku kerajaan mengikuti apa yang disampaikan oleh Pangeran Bunga karena pangeran ini dengan meyakinkan, melalui laporan telik sandi yang telah dibayarnya, bahwa situasi di pesisir selatan sangat genting. Â Pasukan Lawa Agung telah merangsek hingga bibir pegunungan Pangrango.
Kemudian dengan muslihatnya yang lebih lihai lagi, Pangeran Bunga mengirimkan pasukan reguler yang setia kepada Panglima Candraloka ke perbatasan dengan Majapahit. Â Pangeran ini mengatur sedemikian rupa sehingga pasukan yang tersisa di Ibukota Kerajaan adalah pasukan yang sudah betul betul jatuh dalam pengaruhnya. Â
Adalah sangat kebetulan, Ki Mandara yang merupakan tokoh sangat penting kerajaan dan kepercayaan Permaisuri dan Pemangku Kerajaan, sedang pergi ke pulau seberang untuk mencari seorang sahabatnya tempo dulu agar bersedia pergi bersamanya ke Galuh Pakuan. Â Tokoh ini kembali menghimpun kekuatan untuk memperkuat Garda Kujang setelah tewasnya Nini Papatong, Ki Sampaga dan Andika Sinatria.
Pendekar Sanggabuana yang pergi bersama puluhan pengikutnya ke ibukota Galuh Pakuan, mau tidak mau menunda kepulangannya ke padepokan mengingat situasi istana yang memanas. Â Sesuai dengan pesan Panglima Candraloka, mereka bertahan di istana raja, mengawal keluarga kerajaan dan pemangku kerajaan.
---
Duduk di samping Dewi Mulia Ratri adalah Bimala Calya. Â Gadis itu terlihat sangat kurus. Â Matanya terlihat begitu kuyu. Â Pandangannya jauh menerawang. Â Tidak banyak yang mengganggu hatinya namun yang sedikit itu ternyata mampu membuatnya kehilangan gairah dan semangat hidup. Padahal saat proses pemulihan batin di padepokan Segoro Langit, dia sudah menemukan keceriaannya kembali. Â
Rasa kehilangan yang sangat besar itu kembali menggerogoti hatinya. Â Masih terbayang bagaimana tubuh pemuda yang dikasihinya melayang seperti daun kering ke jurang laut Ngobaran. Â Masih terbayang bagaimana rasa sakit dan pedih di hatinya ketika dia menengok ke bawah dan hanya bisa melihat buih buih putih sisa ombak yang menghantam tebing.
Bimala Calya tidak mungkin bisa mendendam kepada Dewi Mulia Ratri, gadis yang duduk di sampingnya sekarang, karena telah menjatuhkan tangan maut kepada Arya Dahana. Â Kejadian itu sama sekali tak terduga dan tanpa disengaja. Â
Matanya melirik ke arah Dewi Mulia Ratri. Â Gadis sunda itu juga nampak kuyu. Â Sorot mata yang dulunya galak dan bersinar sinar, kini meredup seperti bunga kekurangan air. Â Tubuhnya yang indah, melayu seperti kekurangan darah. Â
Aahhh...mereka berdua sedang dihantam perasaan yang kurang lebih sama. Â Kerumitan cinta dan semua turunannya telah membelit habis gairah, semangat, kekuatan menjadi lemas, lemah dan tanpa daya.
Tanpa disengaja kedua pasang mata yang setengah hampa itu saling bertatapan. Â Tanpa sepatahpun kata terucap, dua gadis ini saling berpelukan. Mereka sepertinya hendak berusaha saling menguatkan. Â Dan hasilnya, dari dua pasang mata indah itu mengalir air mata tanpa suara. Â Cukup lama mereka berdua berpelukan. Â Menghabiskan dan membagi rasa pahit.Â
"ha ha ha ha....tak dinyana, dua bunga manis yang dicari cari selama ini ada di sini...sudah saatnya bagiku memetik kalian....ha ha ha"
Suara gelak tawa mengejek dan bernada tidak sopan itu seperti petir yang menyambar di telinga Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya. Â Serentak keduanya bangkit berdiri mencari tahu siapa orang kurang ajar yang berani datang dan menghina.
Mata mereka bertemu dengan mata Pangeran Bunga yang berseri seri nakal. Â Dewi Mulia Ratri mencari cari di antara puluhan orang di belakangnya, siapa yang membuat pangeran jahat ini begitu percaya diri datang menyatroni padepokan dan berani melakukan penghinaan.
Mata Dewi Mulia Ratri yang terlatih tidak melihat siapapun yang sangat menonjol di antara rombongan itu. Â Hatinya terheran heran. Â Apa yang membuat pangeran pengecut ini menjadi seberani ini. Â Tapi dia tidak mau berpikir berpanjang panjang. Â Amarah sudah mulai menguasai hatinya yang sedari pagi tidak nyaman.
"Hmmmm...pangeran culas dan pengecut. Â Aku tidak mengundangmu datang kesini. Â Jadi kamu bukan tamuku. Â Katakan saja apa maumu lalu angkat kakilah dari tempat ini...segera!"
Pangeran Bunga tidak menyahut. Dia hanya tersenyum senyum culas. Â Matanya diedarkan ke sekeliling. Â Melihat lihat barangkali ada sesuatu yang harus diwaspadainya. Â Setelah yakin tidak ada hal istimewa yang bisa menghambat tujuannya, pangeran ini lalu memberi isyarat kepada rombongannya. Â Dia juga bersuit nyaring memanggil bala bantuan yang sedari tadi bersembunyi di balik rimbun pepohonan.Â
Lima orang tinggi besar dan berkulit hitam mengkilap kini berdiri dengan tegap di samping Pangeran Bunga. Â Lima Kobra Benggala! Â Dari rombongan juga melompat keluar empat orang yang ternyata adalah Empat Pengemis Kaya Raya.
Dewi Mulia Ratri baru paham kenapa pangeran ini begitu percaya diri. Â Rupanya dia membawa orang orang lihai bersamanya. Â Tapi dia tidak takut! Â
Sama sekali tidak takut! Â Hanya satu hal yang membuatnya terheran heran. Â Lima Kobra Benggala adalah pendekar pendekar asing yang selama ini menghamba kepada Panglima Kelelawar dan Kerajaan Lawa Agung. Â Kenapa tiba tiba muncul dan menjadi sekutu Pangeran Bunga? Â
Lawa Agung adalah musuh besar Galuh Pakuan. Â Sebuah pikiran buruk melintas seperti kilat di benak Dewi Mulia Ratri. Â Pangeran ini berkhianat! Â Dia sengaja mengundang banyak tokoh tokoh dari luar Galuh Pakuan untuk memperkuat dirinya agar bisa mengambil alih kekuasaan di Galuh Pakuan!
Mata Dewi Mulia Ratri semakin berkobar menyala. Â Pangeran ini benar benar licik! Â Pengkhianat! Pantas saja dia mencoba menguasai ibukota, memperkuat penjagaan gerbang kota serta tidak memperbolehkan orang masuk jika tidak dikehendakinya. Â Gadis yang sudah dikuasai kemarahan ini tak mau lama lama dipusingkan oleh pikiran pikiran yang menakutkan itu. Â Tanpa ba bi bu lagi gadis ini menerjang ke depan. Â Gadis ini tahu pemuda itu cukup lihai tapi tidak akan bisa menandinginya. Â Dia akan menghukum pangeran culas ini dengan hajaran hajaran menyakitkan.
Namun betapa kagetnya Dewi Mulia Ratri ketika pemuda itu menangkis serangannya lalu balas menyerang. Â Pemuda itu jauh lebih hebat dibanding dengan yang dikenalnya dahulu. Â Pukulan Pangeran Bunga seperti pukulan yang pernah dikenalnya. Â Mengeluarkan angin yang menderu deru sehingga rambut Dewi Mulia Ratri yang panjang tergerai berkibar kibar ke belakang.Â
Ini Pukulan Bayu Lesus! Â Darimana pangeran ini memperoleh ilmu yang dahsyat ini? Â Setahunya orang yang mempunyai pukulan langka ini hanya Si Bungkuk Misteri dan Madaharsa. Â
Aaahh Madaharsa! Â Tentu saja, siapa lagi yang bisa mengambil pemuda jahat ini sebagai murid kalau bukan orang jahat juga. Â Tapi Madaharsa orang penting di Sayap Sima. Â Pasukan andalan kerajaan Majapahit. Â
Kurang ajar! Â Pangeran Galuh Pakuan ini juga menjalin hubungan khusus dengan Majapahit! Â Benar benar pengkhianat kelas berat! Â Dewi Mulia Ratri lalu teringat waktu dia mengintip pertemuan antara Pangeran Bunga dan Madaharsa dahulu. Â Ternyata itu bukan sekedar persekongkolan. Â Pangeran ini juga diangkat murid oleh tokoh Sayap Sima itu.Â
Dengan geram, Dewi Mulia Ratri meningkatkan serangannya kepada Pangeran Bunga. Â Meskipun pangeran ini sudah sangat meningkat kemampuannya dibanding dahulu waktu keluar dari padepokan Sanggabuana, namun yang dihadapinya adalah seorang gadis yang susah dicari tandingannya sekarang. Â
Selain menguasai ilmu ilmu kanuragan hebat warisan Sanggabuana dan ajaran Pendekar Pena Menawan, gadis ini juga adalah datuknya dari segala sihir. Â apalagi setelah digembleng oleh datuk nomor satu dunia persilatan saat ini, Si Bungkuk Misteri. Â Ilmu Gempa Pralayanya juga sudah mendekati tingkatan hampir sempurna.Â
Tak pelak, pangeran Galuh Pakuan ini terdesak hebat. Â Bayu Lesus yang dipelajarinya dari Madaharsa adalah ilmu hebat. Â Tapi Pangeran Bunga termasuk orang yang sangat malas berlatih karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk bersenang senang. Â Bermabuk mabukan dan bermain wanita adalah kegemarannya. Â
Tentu saja ini membuat ilmunya tidak terasah dengan cepat dan kuat. Â Suatu saat, sebuah pukulan Pena Menggores Langit mengenai pundak kanannya. Â Pangeran ini menjerit kesakitan lalu melompat ke belakang. Â Berteriak memerintahkan semua pengikutnya untuk mengeroyok Dewi Mulia Ratri.
Puluhan orang itu termasuk Lima Kobra Benggala dan Empat Pengemis Kaya Raya menyerbu Dewi Mulia Ratri. Â Bimala Calya tidak mau tinggal diam. Tubuhnya melesat ke depan membantu Dewi Mulia Ratri menahan serangan puluhan orang tangguh itu.
Dua gadis muda ini dikeroyok puluhan orang. Â Bimala Calya mendapatkan pelajaran ilmu ilmu Padepokan Segoro Langit asuhan Ki Biantara. Kemampuannya tidak diragukan lagi sekarang. Â Pertempuran ini berimbang. Â Tubuh kedua gadis itu saling memunggungi dan melindungi. Â
Dewi Mulia Ratri mengerahkan semua kemampuannya. Â Jurus jurus Lembu Sakethi dan Pena Menggores Awan bergantian dimainkannya. Â Dia belum mau mengeluarkan Gempa Pralaya sekarang. Â Dia ingin menyalurkan kemarahannya melalu sebuah pertempuran. Â Bimala Calya juga tak mau kalah. Gadis ini ingin mengeluarkan semua kepedihan hatinya melalui pertempuran.
Lima Kobra Benggala sebenarnya adalah tokoh tokoh yang sangat tangguh. Â Tapi pergerakan mereka justru dikacaukan oleh puluhan orang anggota Kujang Emas Elang. Â Seandainya hanya Lima Kobra Benggala dan Empat Pengemis Kaya Raya yang maju mengeroyok kedua gadis itu, mungkin arah pertempuran akan berbeda. Â Banyaknya pengeroyok yang tidak beraturan justru menguntungkan Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya. Â Kedua gadis ini dengan leluasa menghajar para pengeroyok satu demi satu.Â
Dari puluhan orang pengeroyok kini tinggal sisa belasan orang. Â Yang lain sudah terkena pukulan atau tendangan kedua gadis yang mengamuk ini. Â
Pangeran Bunga yang berdiri agak jauh dari gelanggang pertempuran memucat wajahnya. Â Ini bahaya! Â Dia tadinya yakin, dengan membawa puluhan orang terpilih, mereka bisa menaklukkan kedua gadis cantik ini. Â Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Â Merekalah yang dihajar habis habisan oleh Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya.Â
Terdengar teriakan keras dan jerit kesakitan saat beberapa orang lagi roboh bergelimpangan terkena pukulan Dewi Mulia Ratri. Â Kali ini yang tersisa tinggal Lima Kobra Benggala dan Empat Pengemis Kaya Raya. Â Dua lawan sembilan!
Tapi justru dengan situasi seperti ini, kedua gadis itu tertahan dan bisa diimbangi. Â Lima Kobra Benggala mengeroyok Dewi Mulia Ratri sedangkan Empat Pengemis Kaya Raya mengeroyok Bimala Calya.
Kemampuan aneh para tokoh asing dari Negeri Kali ini membuat Dewi Mulia Ratri sedikit kerepotan. Â Gerakan gerakan mereka sangat aneh. Â Seperti gerakan dan liukan ular. Â Meskipun bertubuh tinggi besar semua, kelima tokoh ini menyerang dengan sangat gemulai laksana gerakan ular kobra. Â
Bahkan mereka berlima sekarang masing masing mengeluarkan ular kobra betulan dari buntalan buntalan yang mereka bawa. Â Ular ular ini sangat berbisa dan bukan ular hasil sihir. Â Ular yang terlatih dalam pertempuran. Â Alhasil, Dewi Mulia Ratri mulai terdesak.
Di sisi lain, Bimala Calya juga terdesak oleh gempuran gempuran hebat empat tokoh pengemis. Â Gadis ini sekarang hanya berlompatan menghindari serangan demi serangan dan tidak lagi banyak melakukan serangan balik. Â Keadaan berbalik sekarang. Â Pangeran Bunga yang melihat ini, mulai tersenyum lega.Â
Dewi Mulia Ratri yang menyadari situasinya cukup berbahaya bagi dirinya dan Bimala Calya, lalu berbisik kepada Bimala Calya saat mereka berdekatan.
"Mala....menjauhlah dari gelanggang....aku akan menghajar mereka dengan satu pukulan..."
Bimala Calya mengangguk tanda mengerti. Â Gadis perkasa ini pasti akan mengeluarkan pukulan dahsyat yang mungkin akan bisa melukainya juga jika dia tidak menjauh. Â Gadis ini menghindari sebuah serangan sambil melompat jauh ke belakang.
Dewi Mulia Ratri yang melihat situasi sudah aman bagi Bimala Calya. Â Mundur lima langkah belakang. Â Di hadapannya terlihat Lima Kobra Benggala dan Empat Pengemis Kaya Raya bersiap siap melanjutkan serangan karena merasa di atas angin. Â Gadis ini memusatkan perhatian pada pengerahan ilmu Gempa Pralaya. Â Begitu sembilan orang ini mulai bergerak, Dewi Mulia Ratri menghantamkan kedua telapak tangannya ke bumi bersamaan.
Terdengar gemuruh dahsyat ketika tanah berguncang hebat. Â Membentuk sebuah aliran tenaga luar biasa yang tersalurkan melalui tanah, mengarah kepada sembilan orang pengeroyok itu. Â Gempa Pralaya telah dikeluarkan untuk menyerang ke sembilan orang tokoh tokoh lihai pengikut Pangeran Bunga.
Lima Kobra Benggala dan Empat Pengemis Kaya Raya berpelantingan kesana kemari mendapatkan serangan dahsyat yang mengalir melalui tanah yang mereka pijak. Â Mereka sama sekali tidak menyangka ilmu pukulan gadis sunda ini sangat luar biasa. Â Akibatnya sungguh tak terbayangkan. Â Ke sembilan tokoh tangguh itu tidak bisa bangkit lagi setelah berpelantingan tadi. Â Semuanya mendapatkan luka dalam yang cukup parah. Â Aliran tenaga luar biasa dari dalam tanah, menghantam mereka dengan telak.
Dewi Mulia Ratri bertolak pinggang sambil perlahan lahan mendekati Pangeran Bunga yang sekarang gemetar ketakutan. Â
Mengerikan! Demikian batin Pangeran Bunga. Â Gadis ini sungguh mempunyai kemampuan yang mengerikan. Â Ilmu pukulan itu ajaib dan dahsyat! Sembilan tokoh lihai yang dibawanya kini tak berdaya terkena pukulan itu. Â Dan... gadis itu mendekatinya dengan sorot mata mengancam. Â Dia tidak sanggup melarikan diri. Â Pukulan yang mengenai pundaknya tadi membuatnya sangat melemah.
Bimala Calya berjalan mendekati Dewi Mulia Ratri. Â Dipegangnya lengan gadis yang nampak sekali sangat marah itu.Â
"Dewi...kita tidak akan lebih baik dari pengecut itu kalau menyerang orang yang sedang terluka..."
Dewi Mulia Ratri menoleh kepada Bimala Calya. Â Dilihatnya gadis itu tersenyum tulus menyabarkannya. Â Dewi Mulia Ratri menghela nafas panjang berkali kali. Â Bimala Calya benar. Â Dia tidak mau menjadi sepengecut ini! Â Dialihkannya pandangan kepada Pangeran Bunga yang kini menggelosoh ketakutan.
"Pergilah dari sini pangeran busuk! Â Bawa para begundalmu...aku tidak sudi kalian mengotori tanah padepokan yang murni dengan kekotoran kalian!"
Pangeran Bunga yang tadinya sudah kehilangan harapan, dengan tergesa gesa memaksakan diri melompat lari dari tempat itu sambil memberi isyarat kepada para pengikutnya untuk pergi. Â Terang saja, puluhan orang yang sedang terluka itu berbondong bondong pergi sambil menyeringai kesakitan menahan luka masing masing di tubuh mereka.
Dewi Mulia Ratri memandangi kepergian mereka dengan tatapan kosong. Â Dia tidak merasa bangga menang melawan mereka. Â Ada kesakitan yang datang di hatinya saat dia teringat telah melukai seseorang yang dicintai dan sekaligus dibencinya. Â Kembali hatinya memerih dan memedih seketika. Â
Aaahhh Dahana....apakah kau sudah mati ditelan laut selatan? Â Atau kau masih hidup tapi memendam dendam kepadaku? Â Kelelahan menerpa gadis cantik ini. Â Dia berjalan menunduk masuk ke rumah padepokan tanpa mempedulikan tatapan keheranan Bimala Calya.
Bimala Calya ikut masuk ke padepokan. Â Mengistirahatkan diri sambil menunggu apa keputusan Dewi Mulia Ratri tentang langkah selanjutnya. Â
Mereka tidak mungkin duduk diam saja dan menunggu. Â Dia akan menyarankan kepada gadis itu untuk kembali mencoba memasuki ibukota esok hari. Sebelum semuanya terlambat dan tidak terkendali.
Sementara itu Dewi Mulia Ratri lagi lagi tenggelam dalam lamunan di dalam kamarnya. Â Apa tujuan hidupnya sekarang? Â
Hmmm...Majapahit! ya, dia akan menjalankan sumpahnya untuk menyakiti kerajaan Jawa itu! Â inilah satu satunya tujuan yang masih membuatnya bertahan hidup sekarang. Â Besok dia akan mengajak Bimala Calya kembali ke timur. Â Tapi sebelumnya, dia akan turun dan mendatangi kembali ibukota Galuh Pakuan untuk memastikan ayahnya baik baik saja. Â Jika masih dilarang masuk, dia tidak akan segan segan menggunakan kekerasan untuk memaksa masuk.
*********
Bersambung Bab X
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H