Tak jauh berbeda dengan pelajaran Biologi yang sering disukai para wanita dan juga para pria penyuka wanita, puisi juga memiliki segmen khusus pelajaran "anatomi". Saya berikan tanda petik karena saya tidak yakin apakah ada kaidah seperti ini dalam dunia sastra yang sesungguhnya.
Saya tidak membedahnya dalam rangka studi atau jurnal ilmiah, karena itu sudah menjadi keahlian khusus para sastrawan dan akademisi yang lebih berkompeten dibanding saya yang seringkali menganggap puisi adalah sebuah cara istimewa untuk berhuru-hara menikmati suasana.
Bayangkan sebuah tubuh. Ilmu biologi secara detail akan mempelajari organ ini apa, fungsinya bagaimana, berhubungan dengan proses apa, jika terjadi gangguan apa akibatnya, dan sebagainya, dan seterusnya.
Di dalam tubuh puisi juga kurang lebihnya sama. Terdapat beberapa organ dengan fungsi dan kegunaan masing-masing.
Inspirasi (organ otak)
Di sinilah awal mula sebuah puisi mengalami proses penciptaan. Menerjemahkan sebuah ide atau gagasan yang nantinya akan dituangkan dalam bahasa puisi yang lazimnya di dunia kreasi disebut inspirasi.
Saya dulu sempat menuliskan bahwa inspirasi itu bisa berasal darimana saja, apa saja, siapa saja, kapan saja. Oleh karena itu umumnya orang yang hendak mulai mereka puisi selalu meletakkan pondasi penulisan dalam bentuk inspirasi.
Inspirasi lahir dari ibu kandung yang dinamakan mata. Tapi tentu tidak berhenti di situ saja. Dari mata lah banyak sekali inspirasi bisa ditangkap kemudian dipenjara di ruang-ruang kepala untuk kemudian mulai dicerna oleh otak yang selanjutnya memberikan instruksi; tulislah ini!
Jika dalam biologi kita mengenal otak sebagai pangkal perintah, maka anatomi pertama dari tubuh puisi adalah inspirasi.
Mood (organ hati)
Ya. Sebagian besar akan mengaku bahwa mood adalah faktor terbesar gagal berhasilnya mereka dalam mereka sebuah puisi.
"Saya sudah mendapatkan inspirasi terbaik tapi saya tidak mood. Jadi tidak ada karya yang terjadi."
"Mood saya jelek. Nanti saja saya akan menulis puisi. Takut tulisan saya ikut jelek!"