Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Tulang Belulang (Eksplorasi Kedua)

10 Desember 2018   23:55 Diperbarui: 10 Desember 2018   23:59 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desi Suyamto's properties

Kedatangan Bidadari Kematian

Dengan jantung yang bukan main berdebar-debar, Sandra memperhatikan Bidadari Kematian berjalan dengan anggun memasuki ruang laboratorium. Langkahnya pelan tapi pasti. Sandra yang sudah berkali-kali mengamati Bidadari Kematian mulai dari rekayasa hingga dibekukan dalam tabung cryo, masih saja terkagum-kagum.

Bidadari Kematian adalah seorang perempuan cantik dengan tubuh atletis dan seksi. Siapa yang menyangka bahwa dalam tubuh gemulai itu menyimpan bahaya yang mematikan.

Sesuai perintah, Bidadari Kematian sama sekali tidak peduli kepada Sandra yang masih memandangnya takjub. Matanya yang bulat melihat kesana kemari. Mencari-cari.

Tepat pada saat itu tabung cryo terbuka. Cindy siuman dari proses cryogenicnya. Ben menatap dengan berdebar ketika melihat Cindy di layar monitor terlihat bangkit berdiri. Tubuhnya yang langsing nampak kokoh saat memalingkan tubuh dan muka.

Langsung berhadapan dengan Bidadari Kematian yang juga sedang manatapnya dengan pandangan mengancam. Ini targetnya!

Sedikitpun Cindy tidak nampak gentar. Matanya yang semerah darah melotot. Kuku jari tangannya memanjang mengerikan. Seperti kuku elang. Gestur tubuhnya menunjukkan bahwa dialah yang mengancam. Bukan sebaliknya.

Di sisi lain, Bidadari Kematian menampilkan gelagat yang tak jauh beda. Kuku elang yang sama, gerak otot terlatih yang sama, serta kekokohan yang serupa.

Keduanya saling berhadapan. Benar-benar tidak jauh beda. Hanya warna mata yang benar-benar berbeda. Bidadari Kematian bermata normal, sedangkan Cindy bermata semerah saga.

Sandra melihat semua itu dengan tangan ditangkupkan di telinga namun dengan mata yang siap untuk tidak berkedip. Ini luar biasa! Sandra akan merekam semuanya untuk riset selanjutnya! Bagaimana hasil akhir jika terjadi pertarungan antara hasil rekayasa dengan aslinya.

Ran melihat itu semua dengan wajah memucat. Dia tahu tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa melihat monitor dan berdoa. Demi keselamatan Cindy.

----

Keempat orang yang sedang melewatkan malam di hutan yang hidup itu sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Semuanya ketakutan. Hutan itu bisa sewaktu-waktu memangsa mereka dengan caranya yang aneh.

Mereka hanya berharap matahari segera tiba.

Ben terus menyalakan api dengan benda apapun yang bisa didapatkan. Bahkan karena kini mereka kehabisan ranting-ranting kering, Ben berinisiatif sedikit gila dengan mulai menjadikan tengkorak yang banyak terdapat di lantai hutan sebagai bahan bakar.

Anehnya bahan bakar dari tulang belulang itu ternyata bekerja dengan baik! Mungkin karena tulang belulang itu masih mengandung banyak minyak hewani dan belum keropos. Ben dan teman-temannya bernafas lega. Satu masalah terselesaikan. Mereka tak akan kekurangan api hingga pagi.

"Ben, aku punya ide!" teriakan Rabat memecah kesunyian. Ben dan Tet memandang penuh tanya.

Rabat tidak menjelaskan idenya apa. Laki-laki ini malah sibuk memilih tulang yang masih berminyak lalu membungkusnya dengan bajunya yang telah dioleskan terlebih dahulu ke tulang lainnya yang dihancurkan. Rabat membuat obor!

Rabat menoleh ke teman-temannya yang masih menatapnya kebingungan. Tersenyum dengan bangga.

"Kita bisa mencari jalan keluar dari hutan hidup ini malam ini juga. Bahkan mengeksplorasinya jika kita mau. Kita sudah tahu hutan hidup ini takut terhadap api. Kita buat obor sebanyak-banyaknya."

Yang lain tersadarkan dengan cepat. Ide brilian! Daripada harus menunggu pagi kenapa tidak mereka lakukan saat ini? Waktu sangat berharga. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di kapal. Ran dan Cindy mungkin dalam bahaya.

Ketiga sekawan ini akhirnya berhasil membuat obor dari tulang yang cukup banyak. Rasanya cukup hingga pagi. Sekarang saatnya mencari jalan keluar?

"Sambil berjalan mencari jalan keluar kita harus mengeksplor hutan hidup ini. Perjalanan kita akan sia-sia jika kita tidak melakukannya. Kita tidak punya kemewahan waktu," Ben meyakinkan teman-temannya. Tidak ada yang mengatakan tidak. Mereka sepakat sepenuhnya.

Sambil terus berhati-hati, ketiga anggota team ekspedisi ini berusaha mencari jalan keluar dari hutan hidup yang mengerikan ini. Dalam setiap langkah, mereka menyempatkan diri untuk mencatat apa yang dilihat dan ditemukan.

Pohon-pohon pemangsa itu memang takut terhadap api. Sulur-sulurnya yang menjadi tangan penangkap mangsa langsung menjauh begitu api didekatkan. Begitu pula binatang-binatang beracun yang begitu banyak terdapat di lantai hutan.

Satu hal yang masih menjadi pertanyaan dan mesti dipastikan adalah ternyata tidak semua pohon adalah pemangsa. Hanya jenis-jenis tertentu saja yang bisa digolongkan sebagai pemangsa. Di jenis yang lain banyak sekali monyet tidur di antara dahan-dahannya. Juga ular, burung dan kelelawar.

Tet mencatat jenis-jenis pemangsa itu dengan teliti. Pengetahuan ini akan sangat berguna jika nanti mereka harus melewati hutan aneh ini lagi.

Mereka terus berusaha keluar dari hutan. Tidak ada pedoman yang pasti. Tapi mereka sengaja menyusur aliran sungai.

"Jangan sekali-kali masuk ke dalam sungai. Kita tidak pernah tahu keanehan apalagi di sungai kecil itu," Tet memperingatkan teman-temannya.

Belum juga Tet menjelaskan lebih lanjut, terdengar suara gaduh di belakang mereka. Buru-buru ketiganya bersembunyi di balik pohon yang normal. Suara gaduh itu seperti binatang yang sedang berkejaran.

Benar saja! Seekor rusa kecil berlari kencang berusaha menyelamatkan diri dari seekor leopard yang mengejarnya.

Rusa kecil itu dengan sekuat tenaga melompati sungai kecil yang tak lebih dari 4 meter lebarnya. Lompatan tinggi rusa itu diikuti leopard yang tak mau kehilangan mangsanya. Keduanya nyaris berhasil sampai di seberang. Namun yang terjadi kemudian membuat mata ketiga sekawan itu terbelalak bukan main!

Saat tubuh kedua binatang itu melenting di udara, air sungai yang semula tenang mendadak bergolak. Terbentuklah sebuah lidah air yang seperti menjilat kedua binatang itu. Keduanya menggapai-gapai tepian untuk melepaskan diri dari jeratan air yang menggulung mereka persis seperti laba-laba ketika membungkus mangsa dalam jalinan kepompong.

Kedua binatang itu meronta-ronta saat lidah air tersebut menarik mereka ke tengah sungai. Menelan keduanya dengan cepat. Tet sebagai ahli biologi sampai ternganga tak percaya setelah melihat dengan begitu jelas saat gelembung air itu mereda dan permukaan sungai mengalir tenang kembali, mengambanglah di permukaan air tulang-tulang yang jelas sekali adalah tulang-tulang baru dari rusa kecil dan leopard tadi.

Keanehan yang lebih gila lagi. Sungai itu ternyata hidup dan memangsa mahluk hidup!

Eksplorasi kedua yang dilakukan tengah malam ini benar-benar menemukan hal-hal tak masuk akal! Ini pulau terbuat dari apa?

----
Bogor, 10 Desember 2018

Selanjutnya; Negeri Tulang Belulang (Pertarungan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun