Bacalah ini. Sebuah puisi yang aku ronce dari kembang melati. Aku membuatnya saat aku berkelahi dengan sunyi, mengalahkannya, lalu menguburnya tanpa ritual apa-apa. Aku seberingas Rahwana yang dituduh tak pernah mencinta. Ketika menculik Shinta.
Berteriaklah sekencang-kencangnya. Hingga gemanya sampai pada ujung senja. Sunyi telah mati. Suaramu akan terdengar dari sini. Aku ingin mencecapnya di ujung lidah. Merasakan seperti apa gelisah yang lama berdiam di matamu yang basah.
Tulislah ini. Sebuah sajak yang sudah lama mati suri. Di dadamu yang kehilangan rasa lapang. Mengharapkan pulang namun tak jua kunjung datang. Kau akan setenang telaga yang juga kehilangan angsanya. Hanya tinggal punya setangkai kuncup padma.
Alirkan sungai-sungai yang ada di kepalamu. Jadikan air bah yang ikut menghilirkan batu-batu. Aku perlu batu-batu itu. Aku sedang membuat rumah untukmu. Tempat kita kelak saling menghidang rindu.
Bogor, 19 Nopember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H