Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ini Masih Tentangmu

19 November 2018   13:52 Diperbarui: 19 November 2018   13:49 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bacalah ini. Sebuah puisi yang aku ronce dari kembang melati. Aku membuatnya saat aku berkelahi dengan sunyi, mengalahkannya, lalu menguburnya tanpa ritual apa-apa. Aku seberingas Rahwana yang dituduh tak pernah mencinta. Ketika menculik Shinta.

Berteriaklah sekencang-kencangnya. Hingga gemanya sampai pada ujung senja. Sunyi telah mati. Suaramu akan terdengar dari sini. Aku ingin mencecapnya di ujung lidah. Merasakan seperti apa gelisah yang lama berdiam di matamu yang basah.

Tulislah ini. Sebuah sajak yang sudah lama mati suri. Di dadamu yang kehilangan rasa lapang. Mengharapkan pulang namun tak jua kunjung datang. Kau akan setenang telaga yang juga kehilangan angsanya. Hanya tinggal punya setangkai kuncup padma.

Alirkan sungai-sungai yang ada di kepalamu. Jadikan air bah yang ikut menghilirkan batu-batu. Aku perlu batu-batu itu. Aku sedang membuat rumah untukmu. Tempat kita kelak saling menghidang rindu.

Bogor, 19 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun