Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mosaik Lamunan

21 September 2018   18:07 Diperbarui: 21 September 2018   18:26 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tergambar sebuah lukisan.  Dalam angan-angan seorang lelaki pemimpi yang rindu pada mimpinya sendiri.  Di sana ada jajaran bintang.  Menyerupai seorang dara yang matanya sedang menggenang.  Dalam bentuk danau berlinang-linang.

Senja tak jauh lagi.  Tapi di jam ini masih terasa pagi.  Langit mematung beserta separuh birunya.  Laut terpaku bersama setengah pasangnya.  Masing-masing separuhnya menjelma jadi kabut.  Merahasiakan semua misteri cinta secara runut.

Mosaik lamunan disusun bersusun seperti rumah susun.  Lantai dasarnya adalah lamunan yang cukup megah.  Begitu menaiki tangga demi tangga, tingkat demi tingkat, maka lamunan itu berubah menjadi jengah.  Sesampainya di puncak bangunan, lamunan itu akhirnya lelah. 

Mosaik lamunan tak mungkin bisa digambar.  Semuanya jelas namun abstrak.  Segalanya nampak berwarna tapi sesungguhnya hitam putih adanya.

Lelaki pemimpi yang berkali-kali mendesak dirinya sendiri dalam ruang-ruang mosaik lamunan.  Adalah lelaki pendamba kejadian bahagia.  Pada pagi dia berkata; kau adalah cinta.  Pada senja dia berucap; kau tak salah alamat.  Pada malam dia menggumam; kau alasan bagiku untuk berjuang.

Terhadap waktu, yang merupakan salah satu takdir penentu, lelaki itu menuliskan kalimat penyeru; Cinta tak pernah salah alamat sehingga layak untuk diperjuangkan hingga ada kata tamat.

Mosaik lamunan lelaki itu dilipat kembali dengan rapi
Besok dia akan membukanya kembali
Juga lusa
Dan hari-hari selanjutnya
Sampai bertemu bahagia yang sesungguhnya
Kapan saja
Di manapun juga

Jakarta, 21 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun