“sebuah pertanyaan, sejauh apa puisi sanggup merajut hati?”
“pertanyaan tidak tepat. Hati bukan dirajut tapi digelayut.”
“pertanyaan diulang, bagaimana menenun sebuah puisi agar tercipta lembaran yang penuh arti?”
“puisi hanya bisa ditenun menggunakan serat kain yang dipanasi matahari. Itu berarti lembarannya perlu kehangatan. Bukan sekedar mempertontonkan keindahan.”
“berikutnya, apakah sebuah puisi bisa menghidupkan hati yang nyaris mati suri?”
“tentu bisa. Asalkan pada puisi itu ditiupkan ruh cinta.”
“bagaimana jika ruh itu justru berasal dari jiwa yang runtuh?”
“tak mengapa. Jiwa yang runtuh bisa kembali ditegakkan dengan niat yang utuh.”
“bagaimana jika keutuhan itu ternyata dibumbui dendam. Seperti dendam angsa yang kehilangan danaunya. Akibat kekeringan di gunung-gunung yang dipenggal lehernya?”
“maka lahirlah puisi cantik yang biadab.”
“bagaimana jika keruntuhan tetap terjadi. Seperti runtuhnya lautan akibat gelombangnya dirajam plastik yang membukit?”