Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Liku-liku Lelaki Berlelaku

1 September 2018   19:50 Diperbarui: 1 September 2018   19:52 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki itu menadahkan pendengaran.  Mendengarkan desir jarum jam berjatuhan. Di dinding kamarnya yang mendadak sesempit kuburan.  Mungkin dia serasa diburu oleh waktu.  Detik demi detik berlalu, tapi rasanya masih belum beranjak seinchipun dari tempat yang sama seperti dahulu.

Lelaki itu merasa jalan yang dilaluinya berliku-liku.  Langkahnya berlelaku tak ubahnya menabur warna ungu di langit biru.  Menanam garam yang diperolehnya dari perasan keringat di lautan.  Lalu menyadari semuanya tak lebih dari percuma yang dipaksakan.

Seandainya aku betul-betul bajingan.  Barangkali aku lebih tenang.  Tak perlu menyaru menjadi kupu-kupu.  Hanya agar bisa menghirup harum bunga sepatu. Begitu katanya sambil mengusap lelehan kekesalan.  Dalam sebuah tulisan tentang kekacauan.

Kalau aku diberikan pilihan menjadi apa dari perangkat kecil zaman.  Mungkin aku memilih menjadi saputangan.  Menyeka duka di pelupuk yang terluka. Menghapusnya bukan sebagai airmata.  Tapi sebagai pertanda ringan masih hadirnya perasaan.  Dalam carut marutnya kericuhan.  Lanjutnya sambil memejamkan mata.  Membayangkan betapa indahnya jikalau bisa menggenggam cuaca.  Lalu mengaduknya dalam sebuah rencana kemarau kehujanan. Juga hujan kepanasan.  Berbarengan.

Lelaki itu sepertinya menggila dengan pikirannya.  Menyeduh sedikit cuka.  Mencampurnya dalam kopi tanpa gula.  Berharap sangat bisa menghadirkan rasa tak biasa.  Sebab hidup dirasanya biasa-biasa saja.

Bogor, 1 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun