Ais bangkit dari berbaringnya. Â Menoleh ke ranjang sebelah. Â Reina tidur memunggunginya. Â Kelihatan nyenyak sekali. Â Reina memang sahabat karibnya. Â Meskipun mereka berdua berbeda asal, dia dari Riau sedangkan Reina dari Parahyangan Timur, tepatnya Sumedang, tapi dia dan Reina sudah lebih dari saudara kandung. Â Mereka kuliah di fakultas yang sama, jurusan yang sama, punya hobby yang sama, tinggal berdua sekamar sejak kuliah tingkat pertama, dan sekarang sama-sama diwisuda.
Ais beranjak menuju pintu. Â Berniat membangunkan orang tuanya di kamar sebelah. Â Ayahnya berpesan dibangunkan agar bisa sholat malam. Â Ais tahu ayahnya pasti letih sangat. Â Menyetir sendirian dari Riau dengan hanya ditemani istrinya dan juga Ais. Â Demi menghadiri wisuda putri semata wayangnya.Â
Sedangkan Reina orangtuanya telah tiada. Â Sehingga pada acara wisuda ini dia akan sendirian. Â Nenek yang mengasuhnya sedari kecil tidak sanggup bepergian terlalu jauh. Â Ais menghibur Reina dengan mengatakan orang tuanya adalah juga orangtua Reina. Â Tidak perlu bersedih. Â Mereka akan selalu bersama-sama saat prosesi wisuda besok pagi.
Sebelum membuka pintu, Ais menoleh sekali lagi ke arah sahabatnya yang sedang terlelap. Â Setengah berniat membangunkannya, tapi suara lonceng kembali mengejutkan Ais dan membuatnya menoleh ke asal suara. Â Teng! Teng! Teng!
Ais mengerutkan keningnya. Â 3 kali? Â Bukankah tadi juga suara lonceng berjumlah 3 kali? Ais menyembunyikan hatinya yang mulai berdesir ketakutan. Â Ah, mungkin si tukang ronda keliling kampus lupa hitungan loncengnya. Â Ais mencoba melupakan dengan kembali pada niatan membangunkan Reina.
Dua pasang mata itu saling berpandangan. Â Mata Ais dan....bukan sepasang mata Reina! Â Ais mendapati dirinya memandangi gadis yang sekarang duduk di tempat tidur Reina. Â Seorang gadis cantik manis mengenakan baju tradisional Jawa balik memandangnya sambil tersenyum. Â Senyum yang aneh! Â Bibirnya membentuk senyuman tapi matanya mengandung kesedihan yang begitu dalam.
Ais terpaku di tempatnya. Â Rasa hatinya ingin berbalik badan dan lari keluar kamar, mengetuk keras pintu kamar ayah ibunya lalu menyusup dibalik selimut di antara mereka. Â Tapi yang terjadi justru dia diam di tempat. Â Seperti tersihir akan sesuatu.
Gadis asing berambut panjang itu bangkit dari ranjang Reina. Â Tubuhnya melayang mendekati Ais. Â Yang didekati membuka mulut hendak menjerit sekuat-kuatnya, tapi yang keluar hanya suara uh uh tak berdaya. Â Wajah Ais memucat saking takutnya. Â Teng! Teng! Teng!
Bersamaan dengan bunyi lonceng, gadis yang tinggal setengah meter lagi berhadapan dengan wajah Ais itu, lenyap menghilang!
Ais mengusap matanya yang dikepung keringat sebiji-biji jagung. Â Jelas sekali dia melihat Reina masih tertidur dengan nyenyak di ranjang. Â Lalu tadi itu siapa? Ya ampuunn. Â Sekali lagi Ais mengusap keningnya yang masih beranak sungai oleh keringat dingin.
----