Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Memulung Rongsokan Sunyi

23 Juli 2018   22:23 Diperbarui: 23 Juli 2018   23:00 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(lafrancmaconnerieaucoeur.com)

Pada setiap titik hujan yang menjatuhi atap rumahmu, berjanjilah untuk menampungnya tanpa setetespun terbuang percuma menjadi genangan berdebu.  Hujan itu mendatangimu bukan tanpa alasan.  Tapi untuk menumbuhsuburkan setiap detik kenangan.

Pada setiap kemarau yang mengeringkan tumpukan daun-daun yang menyeraki halamanmu, berjanjilah untuk kau hiraukan seperti saat kekasihmu bertamu.  Kemarau itu mengingatkanmu tentang beberapa perkara.  Salah satunya adalah tentang rasa penasarannya pada perjamuan cinta.  

Pada setiap sungai yang mengaliri sudut desamu.  Beri jalan menuju pematang sawah yang telah kau buka menganga.  Biarkan mencumbu setiap pokok padi.  Sampai tiba saatnya diserahkan pada rengkuh hangat matahari.

Pada setiap lautan yang tergeletak di antara pulau-pulaumu.  Layarkan segenap kapal kecil nelayan.  Beri mereka kesempatan menebar jala dan mendirikan bagan.  Di situlah sesungguhnya letak kecilnya kerinduan terhadap besarnya perjuangan.

Pada setiap mimpi yang menyinggahi tidurmu, siapkan satu bentangan kelambu.  Jangan sampai mimpimu lepas liar tak terkendali.  Kau memerlukannya untuk bersedekah pada pagi.  Agar pagi tak perlu lagi memulung rongsokan sunyi.

Jakarta, 23 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun