Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Reinkarnasi (Bab 6)

10 Mei 2018   15:09 Diperbarui: 10 Mei 2018   15:52 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja yang tidak mengerti apa maksud gawat yang digumamkan Citra terus-menerus, pasrah saja saat digelandang memasuki pintu belakang taman.  Lebih terkaget-kaget lagi ternyata ruangan di balik pintu taman adalah hutan belantara yang begitu lebat sampai-sampai sinar matahari tidak bisa menembus lantai hutannya.

Raja mengucek-ucek matanya untuk memastikan tidak sedang berhalusinasi dan masih tetap waras.  Citra berhenti menyeret Raja lalu duduk terengah-engah di bawah tajuk kanopi pohon Beringin raksasa.

"Citra, ini tempat apa?  Apa yang terjadi? Kenapa ada hutan selebat ini di tengah-tengah Kota Bandung?" Raja tidak bisa menahan diri lagi untuk bertanya.

Seperti biasa, Citra selalu tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaan Raja," ini adalah tempat persembunyian yang paling aman bagiku jika keadaan sedang gawat Raja.  Kau belum memahami sepenuhnya apa yang terjadi karena hanya dugaan dan cerita sepotong-sepotong saja yang kau ketahui."

"Aku berkewajiban untuk menceritakan semua kepadamu karena aku mengharapkan pertolongan darimu.  Namun aku tidak bisa menceritakannya sekarang karena itu akan melanggar ramalan manuskrip kuno Trah Pakuan.  Jika manuskrip itu dilanggar, cita-cita kami merubah sejarah pahit hanya akan berujung pada sakit," lanjut Citra.

Raja tercenung.  Kembali mengolah semua dalam otaknya yang cerdas.  Kepingan-kepingan teka-teki mulai terkumpul.  Namun ada beberapa hal yang masih misterius sehingga dia belum bisa secara utuh merangkai semuanya dengan sempurna.  Trah Pakuan? Manuskrip kuno?

"Baiklah aku mengerti.  Tapi yang kamu maksud gawat itu tadi apa atau siapa?" Raja mengulang pertanyaannya.

Citra menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Raja," itu tadi yang datang adalah suruhan dari Mahapatih Gajahmada atau jika di duniamu sekarang dikenal dengan nama Mada.  Orang suruhan itu tentu saja hendak menangkapku.  Mereka berupaya mencegahku yang sudah menemukanmu untuk memasuki Gerbang Waktu di Bubat.  Kamu adalah kunci dari semua ini Raja.  Percayalah, tapi hentikan dulu pertanyaan-pertanyaanmu."

Raja menatap mata seindah kejora itu dalam-dalam.  Mencari kebenaran yang barangkali lupa disembunyikan.  Gadis itu balas menatap dengan pandangan lelah dan mengiba.  Raja percaya sekarang.  Sepenuhnya.

------

Seorang anak gembala terkantuk-kantuk di atas kerbaunya yang sedang merumput di sebuah padang rumput kecil di pinggiran desa Bubat.  Serulingnya menggantung di leher setelah hampir setengah harian di bunyikannya untuk menghibur diri melupakan betapa indahnya sekolah.  Anak itu sama sekali tidak tersadar kerbaunya berjalan terus ke atas bukit mencari sumber rumput yang lebih lezat dan segar.

Bukit kecil itu ditumbuhi pohon yang cukup besar di sana sini dengan rumput tebal dan menghijau.  Tentu saja kerbau ini senang bukan main.  Belum pernah dia bisa sampai di sini.  Anak gembala itu selalu mencegahnya menaiki bukit.  Setiap kali kerbau itu melangkah ke arah sini, anak gembala selalu menggiringnya kembali turun cepat-cepat.  Tadi dia tertidur pulas sehingga kerbau itu bebas menjalankan nalurinya mencari rumput yang lebih segar.

Mungkin karena kelelahan habis membantu bapaknya di sawah setengah hari lalu menggembala kerbau sambil mencari rumput untuk kambingnya nanti di rumah, ditambah pula dengan semilir angin bulan Nopember yang dingin dan melenakan, anak gembala itu tidak menyadari telah tertidur begitu lama.

Krossaaakk....gedebuuukkk.....bruussss

Si kerbau rupanya tidak waspada sama sekali.  Kaki depannya terperosok ke dalam lubang.  Kontan saja tubuh besar itu rebah ke samping.  Si anak gembala terbangun hanya untuk merasakan tubuhnya terguling-guling dan berhenti hanya karena ditahan oleh rerimbunan semak belukar.

Sambil meringis menahan sakit si anak gembala berusaha bangun.  Saat tubuhnya sudah setengah berdiri, matanya terpaku pada sebuah lubang di balik semak belukar yang menahannya.  Lubang gua tersembunyi yang tidak terlihat sama sekali kecuali dari jarak yang amat dekat.

Si anak gembala terperangah.  Di antara rasa sakit dan penasaran, dia bergerak maju menyibak semak.  Wussss...wussss....nguuuungg.....suara angin berhembus kencang atau bisa juga seperti suara ribuan lebah mengamuk terdengar dari dalam gua.  Si anak gembala ketakutan setengah mati.  Dia memundurkan tubuhnya.  Suara itu lenyap. 

Karena rasa penasaran yang luar biasa, dimajukannya lagi tubuh untuk memastikan.

Wusss...wussss..ngunggggggg

Suara itu seperti mengerubungi kepalanya seketika.  Si anak gembala tak mau dituntun penasaran lagi.  Rasa takut lebih menguasainya.  Membalikkan tubuh dan lari tunggang langgang ke bawah bukit.  Diikuti kerbaunya yang juga terlihat panik melihat tuannya melarikan diri dengan kencang.

------

Raja dan Citra berdiam diri.  Masih di hutan belantara aneh yang sama.  Raja sibuk dengan pikirannya ujung dari teka-teki ini seperti apa.  Citra adalah reinkarnasi Putri.  Lalu apakah dirinya juga sama?  Apakah orang yang disebut Mada itu juga sama?  Apakah memang reinkarnasi itu ada?

Citra juga sedang bergelut dengan begitu banyak rekaan di kepalanya.  Pikirannya mengembara di sebuah tempat yang memerangkapnya dalam kepedihan berabad-abad.  Sebuah tempat yang membunuh cinta, harga diri serta jasadnya. 

Pedih itu sangat terasa dalam membekas di hatinya.  Setelah menemukan manuskrip kuno di museum yang menjadi tempat tinggalnya selama ini, manuskrip yang berisi ramalan bahwa dia punya kesempatan untuk memperbaiki semua jika dibantu oleh seorang laki-laki yang merupakan reinkarnasi dari Hayam Wuruk lalu bersama-sama memasuki Gerbang Waktu kembali ke masa-masa sebelum perang Bubat yang tragis itu terjadi.

Citra sangat bersyukur.  Meskipun melalui kehebohan di museum, dia berhasil menemukan pemuda yang dicarinya.  Pemuda yang sekarang duduk di sampingnya sambil melamun.  Citra membaringkan kepalanya di bahu Raja.  Merasakan sebuah ketenangan yang luar biasa.

Raja menatap rambut hitam berkilau itu dengan iba.  Dia sudah menetapkan hati untuk membantu gadis itu apapun resikonya.  Dipeluknya Citra dengan hangat.  Raja yakin ini pasti tidak mudah.  Sebuah petualangan di luar nalar sedang menunggu untuk dimasukinya.

Raja tersenyum penuh semangat.  Diciumnya rambut sewangi pandan itu sebagai tekad dimulainya petualangan....

-----

Bersambung... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun