Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terperangkap Mimpi di Bukit Serimpi

16 Maret 2018   14:01 Diperbarui: 16 Maret 2018   14:07 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pesan berantai itu diabaikannya saja.  Hindari melewati bukit Serimpi.  Ada mimpi di sana yang bisa memerangkapmu hingga tak bisa pulang.

Tak masuk akal!  Masa sih bukit yang benda mati bisa berbuat seperti itu.  Tahayul!  Pikir Ronan gemas sekaligus geli.

Tapi tidak demikian dengan seisi desa lainnya.  Semuanya seperti sepakat untuk lebih memilih berputar jalan jika mau menuju desa sebelah.  Tidak ada lagi yang mau melalui jalan bukit Serimpi.  Padahal lewat situ bisa menghemat waktu hingga separuhnya.

Ronan penasaran!  Pagi itu dia memutuskan akan lewat bukit Serimpi.  Kebetulan dia ada perlu ke rumah pamannya di desa sebelah.

Ronan menghidupkan motornya.  Kalau lancar, tidak lebih dari 1 jam dia akan sampai.  Jika harus memutar lewat lembah, paling tidak dia perlu 2 jam untuk tiba ke rumah pamannya.

-----

Pagi masih bersurai embun.  Jalanan desa sudah ramai dengan lalu lalang orang.  Sebagian besar hendak pergi ke sawah.  Sebagian kecilnya berdagang, mengajar atau mengaji.  Ronan menjalankan motornya dengan santai.  Tidak perlu terburu-buru.  Lagipula dia memang berniat menikmati suasana pedesaan yang asri.  Kehidupannya di kota tak sesegar ini.

Jalanan mulai menanjak.  Ronan agak sedikit berdebar.  Sebelum berangkat tadi dia sedikit pongah mengatakan di depan cermin bahwa dia bukan orang yang percaya terhadap kutukan dan semacamnya.  Bukit itu sekarang ada di hadapan.  Ronan meronai keyakinannya tadi dengan keraguan.

Ronan berhenti sebentar.  Tak lama lagi jalanan bukit Serimpi akan menyambutnya.  Merapatkan jaket dan ikat kepala.  Dingin.  Ditambah lagi tengkuknya juga mulai mendingin.

Huufft! Apa-apaan sih ini.  Pikir Ronan gemas kepada dirinya sendiri.  Kenapa dia malah mulai merasakan ketakutan.  Dia adalah pemuda modern yang jauh dari istilah klenik dan mistis.  Urban legend sering dirutuknya sebagai cara murahan untuk membuat laris novel atau film.

Ronan menetapkan hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun