Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pelumpuh Cahaya

14 Maret 2018   11:39 Diperbarui: 14 Maret 2018   11:48 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (pixabay)

"Ampuni aku Tuhan.  Ijinkan aku memeluk ibuku supaya dia tahu aku tulus meminta maaf kepadanya.  Berikan aku cahaya."

Nanda tidak lagi berlutut.  Tapi bersujud. 

Begitu kalimat terakhir meluncur dari bibirnya yang bergetar, lampu-lampu itu menyala terang.  Seterang matahari.  Mesin penghangat ruangan juga berderu lagi.

Nanda melompat ke arah ibunya yang terbaring lemah setelah kejang-kejangnya juga berhenti.  Memegang tangannya yang keriput dengan lembut.  Mencium keningnya yang memucat.  Lalu membungkukkan tubuh memeluk ibunya hangat.  Mendengar lirih kalimat terakhir dari ibunya.

"Terimakasih sudah datang anakku.  Ibu memaafkanmu sedari dulu.  Raihlah kembali cahaya di hatimu."

Nanda tersenyum.  Mengangkat muka untuk menyaksikan tarikan nafas terakhir ibunya.  Tepat di hadapannya.

-----

Bogor, 14 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun