Sekali lagi mereka terperangah. Â Suara seruling itu kembali mendatangi telinga. Â Kali ini nadanya lirih melambai hati. Â Menyedihkan. Â Mirip nada orang yang ditinggal pergi jauh oleh orang yang dikasihi. Â Antien dan Dita bahkan berkaca kaca kedua matanya. Â Sedangkan kedua pemuda menundukkan kepala. Â Meresapi nada nada yang membetot sukma.
Wira dan Uda berdiri berbarengan. Â Kedua pemuda itu tidak tahan. Â Mereka akan mencari sumber suara itu. Â Ini harus dihentikan. Â Bukan ketenangan dan inspirasi yang mereka dapatkan, tapi malah misteri yang membuat mereka bingung dan ketakutan.
Antien dan Dieta keberatan ditinggal. Â Berempat mereka menuruni tangga villa menuju arah suara seruling. Â Semakin dekat, suara seruling itu sepertinya berasal dari rumah di dekat jembatan berjarak beberapa rumah dari villa mereka.Â
------
Keempatnya sekarang berdiri di depan rumah kecil namun asri. Â Berbagai macam bunga tumbuh dan ditanam di halaman mungil itu. Â Suara seruling itu perlahan lahan mereda. Â Hening lalu menguasai. Â Keempat muda mudi itu ragu ragu. Â Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Â Mengetuk pintu atau meninggalkan tempat itu.Â
Pintu rumah mungil itu terbuka. Â Seorang gadis kecil melambai ke arah mereka. Â Di belakangnya berdiri seorang laki laki tua yang tersenyum sambil mempersilahkan mereka masuk.
Undangan ramah itu tentu saja tidak sopan jika ditinggalkan. Â Selain itu keempatnya, terutama Antien, sangat penasaran ada cerita apa di balik suara seruling berbeda nada yang menggema malam malam. Â Apakah mereka berdua selalu meniup seruling setiap malam. Â Atau pas kebetulan saja saat keempatnya sedang berada di sekitar sana.
-----
Si kakek, sambil menimang serulingnya, duduk di samping cucu perempuannya, namanya Genta, juga sedang menimang serulingnya. Langsung saja bercerita tanpa ditanya.
Genta sudah yatim piatu sejak kecil. Â Ayahnya adalah seorang sopir mobil angkutan kota yang meninggal saat terjadi ledakan bom di Jakarta. Â Seorang korban ikutan yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang tidak tepat. Â Ibu Genta adalah seorang perawat di kampung. Â Mengabdikan hidupnya pada hidup dan kehidupan. Â Termasuk menyerahkan hidupnya saat hendak menuju rumah seorang wanita yang hendak melahirkan dan dibantu proses persalinannya. Â Mobil yang menjemputnya terkubur dalam longsor yang terjadi di tengah perjalanan.
Genta dibesarkan oleh kakeknya. Â Tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang dipenuhi angan angan dan kerinduan. Â Kasih sayang ayah dan ibu. Â Sang kakek mencoba menghiburnya dengan menanam berbagai macam bunga di halaman. Mengatakan bahwa kasih sang ayah telah dititipkan di bunga kamboja. Â Sayang sang ibu ada di wangi melati.Â