Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suara Seruling Dini Hari

2 Juni 2017   23:12 Diperbarui: 2 Juni 2017   23:28 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekali lagi mereka terperangah.  Suara seruling itu kembali mendatangi telinga.  Kali ini nadanya lirih melambai hati.  Menyedihkan.  Mirip nada orang yang ditinggal pergi jauh oleh orang yang dikasihi.  Antien dan Dita bahkan berkaca kaca kedua matanya.  Sedangkan kedua pemuda menundukkan kepala.  Meresapi nada nada yang membetot sukma.

Wira dan Uda berdiri berbarengan.  Kedua pemuda itu tidak tahan.  Mereka akan mencari sumber suara itu.  Ini harus dihentikan.  Bukan ketenangan dan inspirasi yang mereka dapatkan, tapi malah misteri yang membuat mereka bingung dan ketakutan.

Antien dan Dieta keberatan ditinggal.  Berempat mereka menuruni tangga villa menuju arah suara seruling.  Semakin dekat, suara seruling itu sepertinya berasal dari rumah di dekat jembatan berjarak beberapa rumah dari villa mereka. 

------

Keempatnya sekarang berdiri di depan rumah kecil namun asri.  Berbagai macam bunga tumbuh dan ditanam di halaman mungil itu.  Suara seruling itu perlahan lahan mereda.  Hening lalu menguasai.  Keempat muda mudi itu ragu ragu.  Apa yang harus mereka lakukan sekarang?  Mengetuk pintu atau meninggalkan tempat itu. 

Pintu rumah mungil itu terbuka.  Seorang gadis kecil melambai ke arah mereka.  Di belakangnya berdiri seorang laki laki tua yang tersenyum sambil mempersilahkan mereka masuk.

Undangan ramah itu tentu saja tidak sopan jika ditinggalkan.  Selain itu keempatnya, terutama Antien, sangat penasaran ada cerita apa di balik suara seruling berbeda nada yang menggema malam malam.  Apakah mereka berdua selalu meniup seruling setiap malam.  Atau pas kebetulan saja saat keempatnya sedang berada di sekitar sana.

-----

Si kakek, sambil menimang serulingnya, duduk di samping cucu perempuannya, namanya Genta, juga sedang menimang serulingnya. Langsung saja bercerita tanpa ditanya.

Genta sudah yatim piatu sejak kecil.  Ayahnya adalah seorang sopir mobil angkutan kota yang meninggal saat terjadi ledakan bom di Jakarta.  Seorang korban ikutan yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang tidak tepat.  Ibu Genta adalah seorang perawat di kampung.  Mengabdikan hidupnya pada hidup dan kehidupan.  Termasuk menyerahkan hidupnya saat hendak menuju rumah seorang wanita yang hendak melahirkan dan dibantu proses persalinannya.  Mobil yang menjemputnya terkubur dalam longsor yang terjadi di tengah perjalanan.

Genta dibesarkan oleh kakeknya.  Tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang dipenuhi angan angan dan kerinduan.  Kasih sayang ayah dan ibu.  Sang kakek mencoba menghiburnya dengan menanam berbagai macam bunga di halaman. Mengatakan bahwa kasih sang ayah telah dititipkan di bunga kamboja.  Sayang sang ibu ada di wangi melati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun